Ujian Itu Bernama Kehidupan



Oleh : Taufan Januardi


Hidup ini adalah ujian. Dan manusia tidak akan bisa tumbuh berkembang tanpa adanya ujian. Akan tetapi tidak semua dari kita bisa menyikapi ujian yang diberikan Allah SWT dengan sebagaimana mestinya. Begitu juga dengan imtihan yang akan segera kita hadapi yang merupakan salah satu dari sekian banyak ujian yang ada, tidak hanya kemampuan intelektual kita yang diuji dalam imtihan ini akan tetapi ruhaniah kita juga diuji ketika itu, karena dengan modal usaha tamam muqorror saja belum cukup, ada peran doa dan hubungan yang baik antara hamba dan Allah SWT di sana.

Adapun orang yang lulus dengan hasil yang memuaskan tanpa disertai dengan doa bisa jadi kurang terasa berkesan, akan tetapi sebaliknya, walaupun sakit rasanya, kita akan merasa puas jika usaha dan doa sudah maksimal walaupun kenyataan yang terjadi tidak seperti apa yang didambakan. Akan tetapi kembalikanlah segala sesuatunya itu kepada Sang Pencipta yang tentunya jauh lebih mengetahui segala macam hikmah di baliknya.

Setiap kita pernah merasakan ujian, akan tetapi tidak setiap kita bisa memaknai artinya, karena penyikapan kita terhadap ujian itu berbeda dan kadar ujiannya pun tidak sama. Ada orang yang hanya terduduk lemas dan bersandar pada dinding penyesalan tanpa pernah bangkit hanya meratapi kepingan harapannya yang telah hancur terlindas kenyataan dan terbentur takdir karena asa dan realita tak pernah berjalan berdampingan. Adapula orang yang berani menghadapi ujian itu dengan keyakinan dan kedewasaan.
Apabila disuguhkan kepada kita beberapa cangkir kopi dengan berbagai corak cangkir yang berbeda mulai dari cangkir keramik, logam, kaca hingga cangkir plastik yang biasa-biasa saja, mungkin mayoritas diantara kita lebih memilih kopi yang dituangkan dan disajikan dengan cangkir keramik, logam ataupun paling sederhana yang kita pilih yaitu cangkir dari kaca. Sedikit sekali yang berminat minum menggunakan cangkir plastik jikalau kondisinya adalah memilih diantara berbagai macam cangkir tersebut. Mungkin kita merasakan rasa nikmat tersendiri tatkala menengguk kopi dari cangkir keramik yang kita pilih dan juga akan merasakan rasa yang berbeda pula apabila kita menengguk kopi dari cangkir plastik yang biasa saja padahal isi dari kesemua cangkir itu sama dan dari satu sumber teko yang sama akan tetapi tampilan luarnyalah yang membuatnya terlihat elok ataupun berbeda sehingga paradigma orang yang merasakan minum dari cangkir tersebut pun serasa berbeda.

Begitupula kehidupan ini. Terkadang kita hanya melihat dan merasakan sesuatu berdasarkan yang terlihat oleh kasat mata saja, cukup menilai sesuatu hanya dari luar tanpa pernah menelusuri apakah yang terlihat dari luar itu sama dengan apa yang berada di dalamnya. Kita cenderung memilih sesuatu yang kita anggap indah serta ideal dan itu wajar saja selama kita manusia. Ibarat kopi dalam cangkir, kehidupan kita adalah kopi yang seharusnya lebih kita nikmati rasanya daripada sekedar melihat cangkir yang menghiasinya. Adapun cangkir dari apapun bahannya hanyalah penghias kehidupan yang seringnya digunakan sebagai pemanis ataupun sarana dalam mengarugi kehidupan ini. Akan tetapi kerap kali kita lebih terfokus kepada cangkir daripada isinya, kita lebih terfokus kepada suatu hasil terlepas hasil itu memuaskan ataupun tidak. Isi cangkir itu adalah kehidupan yang semestinya lebih kita nikmati, isi cangkir itu adalah jerih payah usaha di setiap hembusan nafas kehidupan kita, isi cangkir itu yang akan lebih bernilai dibandingkan cangkir yang mewadahinya karena bagaimanapun juga sesungguhnya yang kita inginkan adalah kopi tersebut bukan cangkirnya. Begitupun Allah SWT yang memberikan kehidupan kepada kita, Allah SWT tidak melihat cangkir yang mewadahi kopi tersebut karena “cangkir” tersebut sekedar penghias yang dibuat sedemikian rupa oleh Allah SWT.

Kekayaan, kedudukan, penghormatan, wajah yang rupawan, najah ataupun rasib adalah cangkir yang mewadahi kopi dan bukanlah segalanya dalam hidup ini. Meskipun cangkir tersebut merupakan ujian bagi siapa saja yang memegangnya. Akan tetapi Allah SWT lebih melihat kepada usaha dalam mencapai hasil yang kita inginkan dan itu merupakan ujian di dalam ujian, karena kalaulah ternyata hasil yang kita tuai adalah ketidaksesuaian dengan harapan kita, maka bisa jadi itu menjadi jalan perubahan bagi kita atau Allah SWT sedang memuliakan kita dengan ujiannya ataupun juga malah sebaliknya kita mengutuk dan mencerca jerih payah yang pernah kita lakukan tatkala kita ingin mencapai tujuan yang ingin dicapai. Dan itulah ujian hidup sesungguhnya, yang mungkin saja orang yang memiliki cangkir bagus tidak lebih baik daripada orang yang mempunyai cangkir biasa. Bahkan mungkin bisa dipandang gagal dalam pandangan manusia pada umumnya.

Ujian sudah di depan mata. Tak kita hampiri pun ia akan datang dengan sendirinya dan hasil bukanlah segalanya karena Allah-lah yang menentukan hasilnya. Dan Allah SWT tidak akan pernah dzalim dengan usaha yang dilakukan hamba-Nya kalaupun ternyata sudah usaha sekuat tenaga akan tetapi predikat rasib yang didapat maka ujian yang kita dapat lebih besar daripada ujian yang orang lain dapat dan natijahnya pun akan lebih besar di mata Allah SWT jikalau kita bisa mengerjakannya dengan baik.

Disamping kita musti optimis dengan apa yang kita cita-citakan, terkadang kita juga musti melihat sesuatu itu dari belakang ataupun dari sudut terburuk yang tidak kita inginkan. Karena ketentuan keinginan ada dua; kalaupun keinginan kita sejalan dengan realita maka itu yang kita harapkan benar-benar terjadi, adapun kemungkinan yang kedua adalah jikalau asa kita tidak berbanding lurus dengan kenyataan yang terjadi maka hal itu merupakan suatu ujian buat kita.

Cobalah sejenak ataupun sesekali kita melihat sesuatu dari sudut pandang yang berbeda. Mungkin kita akan objektif dan lebih bisa melihat kekurangan diri tatkala dipandang dari kacamata orang lain. Begitu juga untuk menghargai sebuah hasil yang kita capai selain dengan cara bersyukur kepada Allah SWT terhadap apa yang telah dikehendaki-Nya, mungkin ada baiknya juga jikalau kita memposisikan diri sebagai orang yang belum beruntung diberikan hasil yang memuaskan. Adapun bagi orang yang merasa dirinya gagal serta hasil yang didapat jauh dari kata sempurna ataupun belum mendapatkan kenajahan, mungkin di setiap detik waktu yang berjalan terasa amat lama, yakinlah selalu Allah SWT sedang memperhatikan kita, cuma bagaimana kita menyikapi bentuk perhatian Allah SWT itulah yang musti kita respon dengan sikap terbaik. Karena tidak akan pernah merasa hina walaupun hasil yang didapatkan jauh dari sempurna di hadapan manusia jika kita menggantungkan segala urusan kita kepada Allah.

Kita tidak pernah tahu rasanya sakit karena terjatuh jikalau kita belum pernah terjatuh. Kita tidak pernah tahu pilu rasanya bertepuk sebelah tangan jika kita belum pernah merasakan sisi lain dari mencinta dan kita tidak pernah merasakan lamanya waktu berlalu apabila kita belum pernah merasakan kehilangan. Untuk mengetahui itu semua, tidak perlu menunggu mengalami kondisi seperti itu, karena ujian setiap kita berbeda dan yang menjadi sama untuk kita semua adalah apakah kita bisa mengambil pelajaran dan hikmah dari apa yang kita dapat dan kita lihat.

Janganlah seperti orang merugi atau orang kafir yang menyesali diri di kemudian hari tatkala ternyata janji Allah SWT itu benar adanya. Jangan pula seperti Fir’aun yang begitu angkuh dan enggan menerima kebenaran yang disampaikan oleh nabi Musa AS sehingga butuh ditenggelamkan untuk mengorek isi hatinya dan mengakui kebenaran yang dibawa nabi Musa AS. Jangan pula menjadi orang-orang yang hanya bisa diam termangu menunggu, karena kesempatan tidak datang untuk kedua kalinya dan waktu akan terus berjalan tanpa pernah menoleh dan tanpa pernah menghiraukan apa yang terseret sang masa. Selalu tanamkan dalam diri kita “hope for the best and prepare for the worst” karena kita tidak pernah tahu bagaimana hasil yang akan kita dapatkan kelak. Wallahu a’lam bi shawab.

 

kajian ISLAH Copyright © 2009 http://kajian-islah.blogspot.com by kajian Islah's zagazig-tafahna