IMPERIUM ABAD INI


Oleh: Ahmad Adi Andriana

Imperium terbesar abad ini sedang sekarat oleh gerogotan krisis ekonomi yang menyerangnya: tepat di pusat nadinya, mengakibatkan saluran efektivitas tiba-tiba mengalami gangguan. Bahkan sebagian pengamat memprediksikan bahwa inilah tanda-tanda sang penguasa itu akan tumbang, dan mau tidak mau harus menyerahkan kebesaranya pada tunas baru yang sedang berkembang. Sebuah fakta pembenaran tentang hukum perputaran secara kasar, walau lebih tepatnya adalah konsekwensi rasional dari logika kaidah sufistik, ”ketika mencapai puncak kesempurnaan maka di situlah awal kemunduran. :) ”

Sebelum krisis sang penguasa imperium itu memiliki kelebihan dibandingkan imperium lainnya yang pernah tercatat sejarah; ia memiliki kekuatan perekonomian dan finansial yang lebih besar, ia menggunkan kemajuan di berbagai bidang untuk memuluskan segala tujuanya, ia hidup dalam kodisi aman dari berbagai ancaman secara langsung terhadap tanah dan penduduknya, ia mampu mengumpulkan sumber daya dalam jumlah berlimpah yang memperkuat daya tahan dan kepercayaan diri bahkan kadang pada batas berlebihan, ia memiliki penguasaan senjata yang bersinergi dengan teknologi yang tidak pernah dikenal oleh imperium sebelumnya, ia mampu menawarkan dirinya sebagai idealis sistem alternatif modern, ia bergaya “sok berkuasa” yang lebih berani dan mampu melewati perbatasan geografis maupun politis secara leluasa tanpa hambatan negara tertentu, ia mampu mencuri kesadaran negara dan bangsa lainya dengan media massa yang disetir dalam pembentukan opini dunia. Ia telah sampai pada puncak kesempurnaan.

Tapi setiap yang bernafas memiliki batas ajalnya setelah melewati masa. Kanak-kanak, remaja, dewasa, tua renta dan mencium tanah; sunnatulah yang tidak akan berubah dan bergeser sejengkalpun. Sebuah imperium mengalami hal yang tidak jauh berbeda, karena termasuk yang bernafas dengan manusia penghuninya, saat mencapai usia puncaknya, kemunduran terjadi secara pasti, karena ketika itu ia telah menggunakan seluruh yang dimilikinya sampai pada batas tertentu yang berarti ketika itu pula ia telah menghabiskanya dalam kadar dan jumlah yang sama.

Sebuah pertanyaan besar, siapakah pengganti atau tunas baru yang akan tumbuh menempati kedudukan sebagai imperium berikutnya? Ada yang memprediksikan Cina dan India penggantinya, tapi itu hanya sebuah prediksi belaka, walau memang sedang terlihat geliatnya. Di samping itu juga hukum “kemungkinan” tetap ada. Tidak akan bergeser. Kemudian dengan membalikan standar “saat mencapai usia puncaknya, kemunduran terjadi secara pasti, karena ketika itu ia telah menggunakan seluruh yang dimilikinya sampai pada batas tertentu -yang berarti ketika itu pula ia telah menghabiskanya dalam kadar dan jumlah yang sama, menjadi standar ketika belum digunakan sampai batas tertentu yang berarti belum dihabiskan dalam kadar dan jumlah yang sama maka kemungkinan mencapai puncak terbuka lebar.

Dan dengan agak ragu -walau hukum kemungkinan tetap ada- akankah Indonesia berhak untuk itu? Karena Indonesia menurut ust. Fatcholis yang dimuat dalam buletin Muara edisi ketiga Maret 2008 memiliki sumber daya alam; Pertama; Penghasil bahan tambang terbesar: timah no: 1 di dunia, batu bara no: 2 di dunia, tembaga no: 3 di dunia, nikel no: 5 di dunia, emas no: 7 di dunia, penghasil 80 % minyak di Asia Tenggara, penghasil 35 % gas alam cair di dunia(sumber:price water house coopers). Kedua; memiliki kandungan alam hayati yang cukup besar: Salah satu yang terkaya dan terluas hutan dan keanekaragaman hayatinya, memiliki 515 jenis mamalia (urutan kedua hanya kalah tipis dengan Brazil), 397 jenis burung yang hanya dapat ditemukan di indonesia, memiliki 1400 jenis ikan tawar ( yang hanya dapat disaingi oleh Brazil), memiliki jenis terumbu karang dan ikan laut yang luar biasa, termasuk 97 jenis ikan karang yang hanya hidup di perairan indonesia, memiliki 477 jenis palem (terbanyak di dunia). Ketiga; negeri yang memiliki jumlah pulau terbanyak: jumlah pulau yang pasti saat ini berjumlah 17.504, pulau yang sudah memiliki nama 7.870, pulau yang belum memiliki nama 9.364(sumber: Kompas), memiliki sumber daya manusia; pertama; salah satu negara berpenduduk terbanyak, no 4 setelah China, India dan Amerika.

Pada tahun 2000 sebanyak 203,4 juta jiwa, dan diperkirakan pada tahun 2025 akan mencapai 273,65 juta jiwa, dengan tingkat pertumbuhan sebesar 1,35% pertahun, dan pada tahun 2050 diperkirakan akan bertambah menjadi 400 juta jiwa (sumber: badan kependudukan nasional). Kedua; memiliki jumlah penduduk muslim sebesar 84% (terbesar di dunia).

Tentu dengan paradoks; Indonesia di tempatkan sebagai negara terkorup no 1 di Asia dan menempati urutan ke-6 bersama Kenya di dunia, menurut data BPS, masih ditemukan angka kemiskinan sebesar 62 juta jiwa (28,44%), jumlah pengangguran terbuka sebesar 11,6 juta jiwa, jumlah pengangguran dari kalangan sarjana 300.000 orang pertahun, dan jumlah hutang luar negri sebesar US$ 150 milyar atau setara dengan Rp 1.830 triliun, hutang dalam negri Rp 650 triliun, jumlah total dalam dan luar negri Rp 2.030 triliun.

Dalam sejarah, konon hanya dengan bambu runcing, Belanda, jepang dan Inggris dapat diusir. Seperti terbunuhnya Jenderal Mallaby, yang menurut DR. Ruslan Abdulgani hanya “kecelakaan”; saat itu sedang dilakukan perundingan di Gedung Internatio. keduabelah pihak melakukan gencatan senjata. Di tengah panasnya suasana perundingan, tiba-tiba dari belakang Gedung Internatio, datang sekumpulan orang dari etnis Madura. Mereka membawa bendera merah putih yang merahnya diambil dari darah, bergelombang membuat kerusuhan di depan gedung.Tentara sekutu yang menjaga perundingan itu akhirnya melepas tembakan. Menyulut kegaduhan. Ruslan Abdulgani, salah satu saksi sejarah, melihat perang berkecamuk, ia bersembunyi di sebuah lubang dekat sungai. Jaraknya tidak sampai 100 meter dari Jenderal Mallaby. Tidak lama setelah itu terdengar bunyi ledakan. Tidak jelas apa yang baru saja meledak.

Hanya, di tengah suasana tidak terkendali itu, tiba-tiba datang seseorang menghampiri Ruslan Abdulgani. Katanya, "Belandanya sudah terbunuh, Cak”. (yang dimaksud Belanda adalah Mallaby). Terbunuh karena kecelakaan.

Namun bagaimanakah merubah dan memutar balikan paradoks itu? DR.Yusuf Qardawi menawarkan alternatifnya; dengan memiliki salah satu dari tiga kekuatan. Pertama, kekuatan senjata atau militer yang biasa digunakan berbagai negara modern untuk menundukan lawan politiknya seperti terjadi di Cina ketika memadamkan pemberontakan menuntut kebebasan. Kedua, majlis niyabi atau DPR yang memegang penentuan dan perubahan undang-udang dalam sistem demokrasi dimana menteri dan presiden harus tunduk dan tidak bisa mengatakan”tidak.” Ketiga; kekuatan rakyat(opini publik) yang besar, dimana ketika bergerak tidak bisa dibendung dan ditekan bagai tsunami atau banjir bandang, bahkan militerpun tidak berkutik seperti terjadi pada revolusi Iran.

Saat ini peluang yang terbuka adalah majlis niyabi dan kekuatan rakyat, dan seharusnya kita malu oleh menteri luar negri Vatikan Kardinal Tarscisio Bertone, dalam jumpa persnya pada Senin, 6 September 2008 di tengah hingar bingar persiapan pemilu yang akan dihelat, ia berseru kepada seluruh warga Katholik, ”catholics should make their moral choices and voices heard in the ballot box,” dan tanpa malu malu petinggi gereja katolik Roma itu mengatakan ”religion is not like smoking, it is not something that can be tolerated in private but strictly controlled in public.” Karena dalam kristen tidak ada anjuran ikut campur dalam urusan negara, syiar mereka, ”berikan apa yang menjadi bagian kaisar bagi kaisar dan bagian Tuhan bagi Tuhan.” Tidakah kita merenungkan apa yang di katakan imam Al Gazali ”dunia adalah ladang akhirat, agama tidak bisa sempurna tanpa dunia, negara dan agama adalah bagai dua sisi mata uang, agama adalah dasar, dan kekuasaan politik adalah penjaganya. Sesuatu yang tanpa dasar akan runtuh dan dasar tanpa penjaga akan hilang?” Bukan untuk mencari kekuasaan tapi seperti dikatakan DR. Yusuf Qardawi, ”sesungguhnya negara dalam islam adalah aqadiyah fikriyah atau negara yang berdiri di atas aqidah dan manhaj, bukan hanya sebatas mesin pengaman yang menjaga umat dari serangan musuh dari dalam dan luar, akan tetapi tugasnya yang lebih besar dari itu adalah mendidik umat kepada ajaran dan prinsip islam, menyediakan suasana kondusif agar aqidah islam dan ajaranya berpindah ke realita nyata, menjadi contoh bagi yang mencari hidayah dan hujah bagi yang menempuh jalan kesesatan.” Karena kita tidak ingin hancur seperti analisa ibnu kholdun, ”faktor yang membuat sebuah peradaban mundur dan hancur adalah rendah diri, pasrah dan cinta pada dunia.”

Terakhir penulis mengajak bahwa saat ini bukan lagi saatnya mengutuk orang lain dan menghindar dari kegelapan. Akan tetapi menyalakan sebuah lilin seperti pesan pepatah Cina, “lebih baik menyalakan sebuah lilin daripada mengutuk kegelapan.” Dan bila ada dari saudara kita yang mampu atau mencoba menyalakan lilin maka tugas kita adalah melindungi lilin itu dari terpaan angin kencang agar tetap terang dan tidak padam. Walahu a’lam.

Selengkapnya......

Perempuan dan Hak Politik Dalam Perspektif Islam


Oleh: Imam Taufiqurrasydin

Politik menurut Imam Al Ghozali, merupakan satu dari dua penopang tujuan manusia dalam kehidupan, sebagaimana yang dikutip Dr. Hasan Muhammad at Thahir Muhammad: “Semua tujuan manusia, hakikatnya, terdapat dalam dua penyangga; agama dan negara. Tercapainya tujuan agama tergantung pada negara, karena keduanya menyempurnakan satu sama lain. Ajaran agama tidak mungkin terwujud tanpa sistem duniawi.

Dunia, ibaratnya adalah syarat tegaknya ajaran agama. Karena dunia dalam perspektif Islam bersifat khusus. Sedang agama bersifat umum. Dunia merupakan ladang akhirat dan perangkat untuk mendekatkan diri pada Allah SWT. Bagi yang memahami hakikat dan tabiat dunia serta tidak menjadikannya sebagai tempat tinggal. Dengan kata lain, tak akan sempurna pelaksanaan agama tanpa negara, maka ibarat agama adalah asal muasal sesuatu, sedang kekuasaan adalah penjaga survival dari asal tersebut.
Dan setiap yang tak memiliki asal akan hancur, dan setiap yang tak memiliki penjaga akan hilang.”

Kehidupan seorang muslim tidak bisa dipisahkan dari persoalan berpolitik karena politik merupakan sarana efektif untuk merealisasikan kesempurnaan Islam. Setiap muslim yang mengaku beribadah kepada Allah SWT mempunyai hak untuk berpolitik, bahkan seorang muslim berkewajiban untuk mengaplikasikan politik secara islami guna merealisasikan islam secara kaffah. Berdasarkan atas mafhum istikhlaf inilah dasar diwajibkannya politik bagi umat Islam.

Menurut islam, perempuan mempunyai hak dalam berpolitik. Laki-laki dan perempuan berkewajiban untuk amar ma’ruf nahi munkar melalui beberapa cara –yang termasuk diantaranya dengan media politik. Islam tidak membedakan laki-laki dan perempuan dalam hak-hak individu dan hak-hak kemasyarakatan. Namun demikian, bahwa semua hak tersebut harus diletakkan dalam batas-batas kodrati perempuan.

Dalil tentang legalitas perempuan untuk berpolitik terdapat di dalam Al-Qur’an, Sunah dan siroh yang di dalamnya tidak ada syubhat dan jidal.
Allah SWT berfirman: ”Orang–orang mukmin laki-laki dan perempuan, sebagian mereka menjadi penolong bagi sebagian yang lainnya. Mereka menyuruh (mengerjakan) yang ma’ruf, mencegah yang munkar, mendirikan sholat, menunaikan zakat dan taat kepada Allah dan Rosul-Nya. Mereka akan diberi rahmat oleh Allah. Sesungguhnya Allah maha perkasa lagi maha bijaksana.” (At-Taubah : 71).

Demikianlah Allah SWT telah menetapkan di dalam ayat-Nya bahwa perempuan mempunyai kelayakan secara mutlak seperti laki-laki. Kelayakan dalam kerjasama yang berhubungan dengan keuangan dan kemasyarakatan, kelayakan dalam membantu peperangan dan kelayakan berpolitik.

Hijrah pertama dan kedua shahabiyat ke Habasyah, juga bai’ah pertama dan kedua shahabiyat adalah dalil legalitas perempuan berpolitik. Bai’ah pertama adalah bai’ah untuk beriman kepada Allah SWT tanpa mempersekutukannya dengan apapun, tidak berzina dan tidak akan berbuat dusta. Sedangkan bai’ah kedua adalah bai’ah yang berhubungan dengan politik: menjalankan amar ma’ruf nahi munkar, menjaga dakwah seperti mereka menjaga anak-anak dan hartanya.

Jumhur ulama telah sepakat bahwa tidak semua kerja-kerja pemerintahan atau perpolitikan boleh dipegang perempuan, oleh karena itu perlu adanya pemetaan tentang jabatan yang boleh dipegang oleh perempuan ataupun tidak:
Pertama, jabatan umum yang berkaitan dengan urusan perdata. Misalnya urusan perniagaan, pertanian, pertambangan, pendidikan dan lain-lain. Maka para ulama bersepakat membolehkan karena tidak berbenturan langsung dengan emosional mereka. Maka merekapun boleh memegang jabatan apapun, bahkan pemimpin dalam bidang-bidang itu. Namun kebebasan ini masih tetap harus mempertimbangkan aspek mashlahat dan madharat.

Kedua, jabatan yang berkaitan dengan urusan pidana. Misalnya urusan pembunuhan, pemerkosaan, qishas, hudud dan lain-lain. Para ulama bersepakat untuk tidak membolehkan perempuan terjun langsung mengurusi perkara pidana. Misalnya dengan memegang jabatan qadhi atau hakim. Karena melalui kaidah (saddu adz-dzarai`), bidang itu sangat berkaitan langsung dengan emosional perempuan sehingga memungkinkan terjadi ketidakadilan dalam memutuskan perkara. Sebagaimana dalam surat kabar al-Ittihad yang terbit di Abu Dhabi tanggal 23 Februari 1988, seorang hakim perempuan di Roma-Italia mengalami shoc, bahkan ayan, ketika mendengar pembunuhan seorang pendeta perempuan di Italia secara detail; memotong semua sendi badan yang terbunuh. Jika dalam persoalan mengusulkan ide-ide hukum atau memimpin lembaga-lembaga yang menganalisa tentang pelecehan hak-hak perempuan, maka ini diperbolehkan karena lebih dekat pada persoalan nahi munkar, bukan kehakiman.

Ketiga, khalifah atau kepala negara. Ulama bersepakat perempuan tidak boleh menduduki jabatan khilafah. Karena berdasarkan hadits la yufliha qaumun, Rasulullah Saw. melarang mereka memegang kekuasaan sebagai kepala negara dengan argumen mendasar; ketidakberuntungan yang akan mereka terima. Dan bila kita perhatikan, larangan itu lebih sharih ditujukan pada memegang kekuasaan sebagai kepala negara, bukan yang lain.

Perempuan berpolitik memang masih terjadi pro-kontra di antara ulama. Dan perlu adanya penanganan khusus dari ahlinya dalam hal ini. Semoga tulisan kecil ini bisa membuka wawasan kita bahwa sebagian perempuan juga mempunyai kafa’ah. Wallahu a’lam bisshowab.

Selengkapnya......

Mengenal Diri Sebagai Kunci Keberhasilan


Oleh: Khanova Maulana

من عرف نفسه فقد عرف ربه
“Barang siapa yang mengenali dirinya, maka dia telah mengetahui Tuhannya”

Sebuah hikmah yang mengandung makna sangat besar dalam kesuksesan seorang anak manusia. Kehidupan di dunia tak ubahnya bagaikan sebuah ekspedisi di tengah hutan rimba. Barang siapa yang tidak memiliki panduan dan tujuan serta perbekalan yang cukup dalam ekspedisinya, maka sang ekspeditor akan tersesat tanpa arah.
Begitu pula kehidupan di dunia ini, seseorang hidup adalah untuk sebuah tujuan sebagaimana firman Allah SWT.
وما خلقت الجن والانس الا ليعبدون
“Dan tidaklah Aku ciptakan jin dan manusia melainkan untuk beribadah kepadaKu.” (Q.S adz-Dzariyat: 56)

Dalam konteks kehidupan di dunia fana ini, banyak manusia masih belum mengenal dirinya, belum mengetahui apa yang dibutuhkan bagi dirinya, ke arah mana dia harus melangkah, dan pedoman apa yang dapat ia pegang teguh untuk menjadi panduan dalam petualangan hidupnya.

Dalam fenomena yang terjadi, kebanyakan orang berhasil adalah orang yang mengenal baik dirinya, mengetahui potensi yang dimiliki, kekurangan yang menghambat kemajuan, ia juga menyadari sepenuhnya visi dam misi dalam kehidupannya, sehingga dengan mengetahui dirinya tersebut makin mudahlah ia untuk meraih keberhasilan.

Sebuah catatan sejarah menyatakan bahwa raja Louis XVI dari Perancis telah dikudeta, diturunkan dari tahtanya dan dipenjara. Raja yang naas tersebut memiliki seorang anak laki-laki yang masih muda. Anak tersebutlah yang kelak akan mewarisi tahta kerajaan sepeninggalan ayahnya.

Sekelompok orang yang telah berhasil menggulingkan tahta raja Louis XVI itu menyadari bahwa putra mahkota ini bisa menjadi hambatan bahkan permasalahan di masa mendatang. Mereka berpikir jika putera mahkota tersebut tidak bermoral mulia, maka ia tidak akan pernah mencapai takdir agung yang dianugrahkan kepadanya. Maka dari itu mereka bawa putera mahkota tesebut ke suatu komunitas kesenangan duniawi, menemukan banyak wanita-wanita pelacur, makanan yang berlimpah ruah dan mewah, minuman keras yang memabukkan, bahkan di sana juga berkumpul orang-orang bejat, hina, dan abmoral. Setiap hari putera makhota dikelilingi oleh hal-hal yang dapat merusak manusia dan dapat menyeret jiwa seseorang ke derajat paling rendah dan hina.

Selama enam bulan ia diperlakukan demikian, akan tetapi ia tidak pernah takluk kepada tekanan itu. Bahkan ia dapat menguasai dirinya sehingga tidak terjebak dalam lingkungan yang amat negatif bagi kelangsungan kehidupannya.

Akhirnya setelah berusaha sekian lama untuk merusak moral pangeran, mereka menanyai, “mengapa tidak takluk kepada semuanya itu- mengapa tidak terpengaruh?” Pemuda ini menjawab” Saya tidak bisa melakukan apa yang anda minta, karena saya dilahirkan untuk menjadi seorang raja.”
Pangeran Louis mengetahui dan mengenal dirinya, ia sadar bahwa ia adalah putera mahkota, ia tahu bahwa ia tidak boleh melakukan hal-hal negatif yang berbahaya bagi masa depannya, ia juga menyadari posisinya, maka ia bisa bertahan sehingga tidak dapat dipengaruhi oleh hal-hal yang merusak dirinya. Dan pada akhirnya hal itu membawanya kepada kedudukan yang mulia.

Dari kisah tersebut dapat kita ambil kesimpulan bahwa dalam menjalani kehidupan ini, yang paling utama kita kenali terlebih dahulu adalah diri kita. Sehingga setelah mengenali diri maka selanjutnya makin terbuka lebar jalan menuju kesuksesan yang kita harapkan.

Sebuah analogi berkata :
“Jadilah engkau bagaikan ikan di laut, walaupun keadaan di sekelilingnya asin namun ia tetap tawar dan segar.”

Dan bahkan jauh sebelum kita dilahirkan di dunia, ada sebuah generasi manusia yang merupakan sebaik–baiknya ummat di dunia ini telah memberikan tauladan yang sangat berharga bagi generasi selanjutnya. Sang Al Faruq berkata:
حاسبو أنفسكم قبل أن تحاسبو
Introspeksi diri adalah salah satu jalan untuk mengenali siapa diri kita, hendak kemanakah kita melangkah, ke dalam kehidupan indah yang kekal abadikah? Atau ke dalam kesengsaraan tak terperihkan tanpa batas?
Ada klasifikasi kelompok manusia dalam kehidupan di dunia ini:
1. Orang yang tahu dan tahu bahwa dia itu tahu. Orang ini adalah seorang ulama maka dekatilah dia sebagai sarana penunjang kedekatan kita terhadap Allah SWT.
2. Orang yang tahu namun tidak tahu bahwa dia itu tahu. Kelompok ini adalah dia yang khilaf, maka sadarkanlah ia.
3. Orang yang tidak tahu namun tahu bahwa dia tidak tahu.
4. Yang terakhir adalah orang yang tidak tahu namun tidak tahu bahwa dia tidak tahu.

Seorang salafussalih imam Ahmad bin Hambal menyadari betul akan ilmu yang dimiliki -dan dengan pengetahuannya telah mengantarkannya menjadi salah satu imam madzhab yang menjadi pegangan umat Islam dunia. Walau dengan kegigihannya mempertahankan keyakinannya tentang hakikat al-Quran yang bukan makhluk telah mengantarkannya ke arah pintu syahid, namun demikian, ia telah menjadi salah satu orang yang paling bermanfaat bagi generasi penerusnya.

Moment Ramadhan dengan segala keistimewaan dan bonus Ilahi yang tersimpan di dalamnya adalah sarana terbaik untuk introspeksi diri dan sebagai batu loncatan untuk menjadi generasi terbaik di masa depan bagi tanah air. Justru bukan menjadi sampah masyarakat.
Sebuah hikmah berkata:
عرفت ربي بربي # ولولا ربي ما عرفت ربي

Dengan demikian, marilah kita luruskan pandangan, tatap masa depan dan jadikan apa yang ada di belakang sebagai bahan evaluasi kebangkitan di masa yang akan datang!!

والله أعلم

Selengkapnya......

Ternyata… Sabarlah Solusinya


Oleh: Khanova Maulana

“Dan tiadalah kehidupan dunia ini, melainkan hanya main-main dan senda gurau belaka. Dan sungguh kampung akhirat itu lebih baik bagi orang-orang yang bertaqwa. Maka tidakkah kamu memahaminya?” (QS : Al An’am : 32)

Dr. Musthofa Ad Damiri, wakil kuliyah Ushuluddin dan Dakwah Univ. Al Azhar Zagazig mendeskripsikan tentang dunia sebagai daarul ikhtibaar wal ibtilaa lil basyar (tempat ujian dan cobaan), agar Allah dapat mengetahui siapa–siapa saja yang masuk dalam kategori shobirin yang mendapat pujian langsung dari Allah berupa mahabbah dariNya dan pahala yang tiada batas.

“Dan sesungguhnya Allah amat menyukai orang-orang sabar” (QS : Ali Imran : 146” ) “Sesungguhnya hanya orang-orang yang bersabarlah Yang dicukupkan pahala mereka tanpa batas”. (QS : Az Zumar : 10)

Sabar adalah sifat para Rosululul‘azmi:

Nabi Nuh As. dengan kesabarannya harus menghadapi kaumnya yang menyembah berhala-berhala (Wad, Suwa, Ya’uq, Yaguts, dan Nasr). Beliau berdakwah 950 tahun siang dan malam, namun tidak menambah keimanan kaumnya melainkan mereka lari saat beliau berdakwah (menolak) dan hanya sedikit dari mereka yang beriman.

Nabi Ibrahim kholilullah ‘Alaihis salam Abul Anbiyaa, dengan kesabarannya yang luar biasa menerima siksaan dari sang raja dzolim dan mempertaruhkan nyawanya dengan dibakar demi sebuah kalimat tauhid, kemudian hampir seratus tahun usia pernikahannya dengan istrinya (Siti Sarah) ia belum dikaruniai anak hingga istrinya meminta agar ia menikahi seorang budak belian yang berkulit hitam bernama Hajar untuk dijadikan istri. Atas kehendak Allah terbukti Hajar dapat melahirkan seorang anak yang diberi nama Ismail. Di saat berbahagia itu, tiba-tiba Allah memerintahkan Ibrahim untuk “membuang” istri dan anak yang baru lahir dan sangat dicintainya itu ke tanah gersang di Makkah. Belum sampai di situ, perintah yang lebih berat diterima Ibrahim, yaitu harus mengorbankan Ismail yang baru beranjak remaja. Hal ini pun beliau laksanakan, meskipun akhirnya Allah mengirim kabsy (kambing kibas) sebagai gantinya.

Nabi Musa As. Kalimullah yang dengan kesabaran extra menghadapi Firaun dan kaumya bani Israil yang keras kepala dan amat pembangkang, yang berani menyembah berhala saat beliau pergi ke puncak Tursina menghadap Tuhannya. Nabi Isa AS yang harus bersabar menghadapi fitnah kaumnya, terutama tentang status ibunya yang melahirkannya tanpa adanya seorang ayah dan penghianatan muridnya.

Dan yang paling mulia diantara mereka Muhammad Saw. yang sedari kecil hingga beliau diutus menjadi Rosul mengalami masa-masa sulit. Pada usia 6 tahun beliau sudah menjadi yatim piatu dan harus kehilangan orang-orang yang ia cintai, kemudian setelah diangkatnya beliau menjadi rasul, berbagai penentangan, penghinaan, bahkan hingga beliau meneteskan darah dilempari batu kaum Thoif. Dan dalam saat-saat seperti ini, penentangan bukan saja dari orang lain, tetapi juga dari pamannya sendiri Abu Lahab. Beliau juga harus ikut menderita tatkala bani Hasyim diboikot (diasingkan) selama tiga tahun di sebuah lembah, yang mana diantara isinya antara lain melarang berhubungan jual beli, pernikahan, dan sosial lainya kepada bani Hasyim. Dan berbagai cobaan dan ujian lain yang jauh lebih berat yang mana dengan ujian-ujian tersebut jusru menambah mulia kedudukan beliau dan menjadikan islam sebagai agama rahmatan lil’alamin yang saat ini kita dapat merasakannya.

Sabar dalam menjalankan ibadah dan menghindari kemaksiatan:

Bagi orang yang mentadabburi serta mengamalkan isi Al Qu’ran, akan mengetahui hakikat keberadaan manusia di muka bumi ini, sebagaimana firman Allah dalam surat adz-Dzariat : 56 “Dan tidaklah aku ciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.”

Imam Ibnu Katsir menafsirkan bahwa tujuan Allah menciptakan manusia adalah semata–mata agar mereka beribadah kepadaNya. Ayat ini bukan bermaksud menunjukan bahwa Allah butuh akan ibadah hambaNya, namun sebagai bentuk kewajiban makhluk kepada sang Kholiq, karena pada hakikatnya manusialah yang butuh kepada Allah, dalam setiap urusan baik dunia maupun akhirat.

Ibadah tidak semata shalat, puasa, zakat atau rukun islam yang lainnya, namun ibadah adalah segala sesuatu yang ketika dilaksanakan, niat dan caranya benar menurut syariat dan dapat mendekatkan ahlinya kepada sang Khaliq.

Belajar sebagai bentuk ibadah dan ketaatan kepadaNya:

“Mudzaakarotii thoo’atun lirobbi” (belajarku adalah bentuk keta’anku kepada tuhanku) demikianlah sebuah kata yang penuh hikmah menyampaikan pesannya, karena seperti apapun seseorang beribadah, apabila tanpa didasari ilmu yang baik dan akhirnya berujung pada kesalahan dalam beribadah adalah sebuah bentuk kemungkaran.

Maka benarlah sabda Rasul SAW. yang mengatakan bahwa seorang yang ‘alim (berilmu) adalah lebih baik daripada seribu ‘abid (ahli ibadah), dan keutamaan mereka (ahli ilmu) terhadap ahli ibadah adalah bagaikan purnama yang bersinar terang diantara bintang-bintang.

Namun untuk menjadi seorang ‘alim, tidak semudah membalikan telapak tangan, jalan terjal harus siap ia hadapi, karena setan yang jauh sebelum manusia turun ke bumi telah bersumpah saat Allah mengusirnya dari surga karena kesombongannya: Iblis berkata: "sebagaimana Engkau telah menghukumku tersesat, maka aku benar-benar akan (menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus, kemudian aku akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan men-dapati kebanyakan mereka bersyukur (ta'at). (QS Al A’roof 16–17)

Dari ayat tersebut Allah dengan jelas telah memperingatkan bani Adam bahwa iblis tidak akan pernah rela dan membiarkan mereka berada dalam ketaatan, dan dengan segenap kemampuannya ia (Iblis) bersumpah akan menggoda manusia dari segala penjuru.

Tazyin (menjadikan seolah indah) sebuah kemaksiatan adalah salah satu jurus jitu iblis dalam menggoda bani Adam, namun seorang yang mampu bersabar dan ikhlas dalam beramal adalah solusinya, bahkan iblispun mengaku tidak sanggup menggoda orang-orang jenis ini, sebagaimana dalam pengakuannya: Iblis berkata: "Ya Tuhanku, oleh sebab Engkau telah memutuskan bahwa aku sesat, pasti aku akan menjadikan mereka memandang baik (perbuatan maksiat) di muka bumi, dan pasti aku akan menyesatkan mereka semuanya, kecuali hamba-hamba Engkau yang mukhlis di antara mereka". (QS : Al Hijr : 39 – 40)

Sabar dalam menghadapi cobaan:

Semakin tinggi keimanan seorang hamba, maka semakin berat ujian Allah kepadanya, namun walau bagaimanapun Allah dengan sifat pengasih penyayangNya tidak akan menguji hambanya di luar kemampuannya. “Allah tidak membebani seseorang melainkan sesuai dengan kesanggupannya” (QS Al Baqoroh : 286)

Dan salah satu ciri seorang hamba yang sabar terhadap ujian Allah yang berhak mendapat kemuliaan dan kehormatan disisiNya adalah mereka yang apabila ditimpa musibah berkata: “Inna lillah wa inna ilaihi rooji’uun”

“Maka mereka itulah yang mendapat keberkahan yang sempurna dan rahmat dari Tuhan mereka dan mereka itulah orang-orang yang mendapat petunjuk.” (QS Al Baqoroh : 157) Demikianlah dan tidak ada seseorang yang shaleh dan sukses dalam kehidupannya melainkan telah Allah uji menurut kadar keimanan mereka masing-masing.

Dan minta tolonglah kepada Allah dengan sabar dan shalat:

Ujian termin satu tahun ajaran 2008-2009 berada di depan pelupuk mata, setiap pelajar sejati mempersiapkan senjata mereka masing-masing untuk menghadapi medan juang tersebut, semakin baik persiapan yang dilakukan, semakin baik pula hasil yang akan didapat (insya Allah).

Selain dituntut untuk mempersiapkan yang terbaik untuk menghadapi ujian, saat-saat itulah dimana seorang pelajar seharusnya semakin merapat kepada Sang Pemberi keputusan, menghidupkan malam-malam yang selalu kosong dalam sujud mengharap rahmatNya, karena ditanganNyalah hasil segala yang kita upayakan.

(Usaha tanpa do’a adalah Sombong, Dan do’a tanpa usaha adalah bohong, Ia sekali-kali tiada mungkin mendzolimi hambanya, Melainkan hambanyalah yang mendzolimi dirinya sendiri, Dan Allah-lah sebaik-baik pemberi keputusan).

“Dan Jadikanlah sabar dan shalat sebagai penolongmu. Dan sesungguhnya yang demikian itu sungguh berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyu',” (QS : Al Baqoroh : 45) Seorang yang mampu bersabar akan melahirkan keistiqomahan yang merupakan salah satu dan yang terpenting bagi seorang tholib untuk meraih kesuksesannya, baik dalam hal akademik ataupun aktivitas lainnya. Kesuksesan studi adalah merupakan kebahagiaan dan dambaan setiap pelajar, sedang Allah amat mencintai orang-orang yang sabar, maka apabila seseorang telah mencapai derajat shoobiriin sehingga dicintai dan mencintai Allah. Maka kebahagiaan mana lagi yang engkau cari? Wallahu a’lam bi showaab..

Selengkapnya......

Apa Peran Kita Untuk Mereka?


Oleh: Taufan Januardi


Pernahkah terpikir mengapa Gandhi dikenal sebagai tokoh fenomenal yang dapat menggerakan rakyat India? Mengapa juga Soekarno hanya dengan pidatonya mampu membakar semangat rakyat Indonesia? Dan mengapa Ayatullah Khomaeni dengan kata-katanya mampu melakukan revolusi? Mungkin karena mereka adalah orang-orang berbakat pilihan Tuhan dan kharismatik yang begitu besar sehingga mampu menggerakkan orang-orang di sekeliling mereka guna melakukan perubahan ataupun revolusi.Akan tetapi sadarkah kita: kita juga makhluk istimewa dengan beragam bakat dan potensi.

Tergantung bagaimana kita menggunakan bakat, kemampuan ataupun potensi yang kita miliki dalam berkontribusi di dalam kehidupan bermasyarakat. Tidaklah mengapa jikalau tidak sepiawai Gandhi dalam bertutur kata ataupun meyakinkan orang lain, karena mungkin setiap kita mempunyai caranya sendiri-sendiri dalam berkontribusi terhadap masyarakat, bangsa ataupun agama.

Contoh tokoh-tokoh di atas adalah orang-orang besar yang berhasil berkontribusi serta membawa perubahan di lingkungan sekitarnya dan mungkin secara tidak langsung kita pun merasakan perubahan yang dihasilkan oleh mereka. Dan tentunya mereka tidak langsung terlahir menjadi orang besar. Seyogyanya mereka melewati usaha-usaha ataupun kontribusi kecil terlebih dahulu sebelum bisa melakukan perubahan dan pengaruh besar bagi masyarakatnya. Kalaulah kita hanya termangu menunggu akan terlahirnya orang-orang besar yang akan membawa kehidupan ke arah yang positif ataupun kepada perubahan yang lebih baik -tanpa pernah berusaha- maka akan memakan waktu yang panjang atau mungkin sia-sia. Berharap mereka akan melakukan segalanya dan berharap mereka menggerakkan kita untuk melakukan perubahan seperti halnya suatu negara mengharapkan hadirnya Ratu Adil untuk merubah keadaan negerinya.

Maka musti berapa lama kita menunggu? Haruskah kita habiskan sisa umur kita hanya untuk menunggu? Dan sayangnya orang besar adalah makhluk langka yang tak terlahir dari sebuah penantian sahaja. Mereka sama halnya seperti kita, hanya yang berbeda adalah kontribusi mereka sehingga mereka menjadi orang besar.

Maka beruntunglah kita sebagai muslim, di setiap apa yang dilakukan jika disandarkan kepada Allah SWT. Atau dengan kata lain melakukan sesuatu diniatkan untuk menggapai ridho-Nya maka dihitung sebagai pahala. Oleh karena itu, marilah kita ikut berperan berkontribusi untuk masyarakat, bangsa, negara dan agama, terlebih kita sebagai delegasi dari daerah kita masing-masing.

“Jangan remehkan hal-hal kecil karena di situlah letaknya kesempurnaan,” begitulah yang dikatakan Michelangelo, seorang seniman terkemuka. Dan memang benar adanya karena takkan pernah berdiri kokoh suatu bangunan tanpa ada unsur terkecil dari bangunan itu yang terlihat maupun tidak terlihat tentunya. Sekecil apapun itu kontribusi kita, diakui atau tidak, dihargai ataupun tidak dihargai, jadi orang besar atau tidak, adalah merupakan salah satu batu bata pembangunan menuju perubahan yang lebih berarti. Karena yakinlah setiap apa yang kita lakukan, walaupun tak seorang pun melihat, masih ada Allah Yang Maha Melihat.

Mungkin saja karena kebaikan yang tidak sengaja kita lakukan ataupun dari infaq yang kita berikan kepada orang lain, yang menurut kita kecil dan bukan apa-apa atau tidak ada artinya sama sekali bagi kita, bisa jadi bagi orang lain adalah sesuatu yang amat sangat berharga. Dan itu hanyalah salah satu contoh saja dari sekian banyak realita yang ada. Serta bentuk-bentuk kontribusi kita terhadap perubahanpun beragam sesuai kemampuan dan profesi kita masing-masing. Maka tunjukanlah apa yang bisa kita persembahkan untuk masyarakat, negara dan agama kita.

Selama kita adalah manusia maka kita makhluk sosial yang lemah tanpa orang lain di sekitar kita. Dan tanpa adanya orang-orang di sekitar, kita bukanlah siapa-siapa. Maka dari itu ketika kita membutuhkan orang lain dalam kehidupan, mau tidak mau kita juga harus ikut berperan dalam memenuhi kebutuhan orang di sekitar kita jika memang benar-benar adalah mahkluk sosial. Karena idealnya makhluk sosial itu seperti halnya seorang muslim, tidak hanya membutuhkan orang lain akan tetapi berguna juga bagi sesama. Dan sekarang pertanyaannya, kontribusi apa yang akan kita berikan kepada mereka? Wallahu alam bi As shawab

Selengkapnya......

Sejarah Liberalisme Dalam Agama


Oleh: Ekta Yudha Perdana

Dalam sejarah perjalanannya, kata liberal dan secular yang disandangkan secara paksa kepada Islam oleh para pemikir Islam Liberal, merupakan adopsi buta dari pemikiran agama Kristen Liberal yang berkembang pada masa pencerahan (renaissance) di Eropa. Dimaknai sebagai pembebasan masyarakat dari cengkeraman kekuasaan gereja yang sangat kuat dan hegemonik di zaman itu, juga merupakan buah dari kejenuhan dan sikap apatis masyarakat Barat terhadap doktrin gereja yang bertentangan akal manusia dan ilmu pengetahuan. Dengan Martin Luther sebagai penggagas awalnya.

Setidaknya, ada tiga faktor penting yang menjadi latar belakang mengapa Barat memilih jalan hidup sekular dan liberal yang kemudian mengajarkan pandangan hidup dan nilai-nilainya ke seluruh dunia, termasuk memaksakannya di dunia Islam. Pertama, trauma sejarah, khususnya yang berhubungan dengan dominasi gereja dan agamawan yang sangat bertentangan dan berbenturan dengan ilmuwan dan ilmu pengetahuan.

Ini terbukti dengan dipenjarakannya Nicolaus Copernicus (1473-1543) dan Galileo Galilei (1548-1600), ilmuwan yang mengatakan bahwa bumi itu bulat dan pusat tata surya adalah matahari, karena dianggap melenceng dengan doktrin gereja. Kedua, problema teks Bible, yang hingga sekarang masih menjadi sebuah tanda tanya besar, berkaitan dengan siapa, kapan, dan dalam bahasa apa Bible itu ditulis? Dan ketiga, problema teologis ketuhanan Kristen. Sebagai contoh, Yesus "diangkat" menjadi Tuhan melalui hasil voting pada tahun 325M lewat konsili Nicea yang dipelopori oleh kaisar Constantine, juga sebuah konsili yang dikenal dengan konsili Constantine pertama 381M. Menetapkan bahwa Roh Kudus adalah tuhan. Bahkan perdebatan mengenai Yesus pernah menyentuh aspek yang lebih dalam lagi: mempertanyakan apakah Yesus itu benar-benar ada atau hanya sekedar cerita dongeng dan fiktif belaka? Ketiga problema itu terkait satu dengan lainnya, sehingga memunculkan sikap trauma masyarakat Barat terhadap agama yang pada ujungnya melahirkan sikap berpikir sekular-liberal dalam sejarah tradisi pemikiran Barat modern.

Problema teologis Kristen, permasalahan teks Bible yang masih dipertanyakan, dan juga pengalaman Barat yang traumatis terhadap hegemoni gereja selama ratusan tahun telah membentuk sikap emoh dan antipati mereka terhadap agama Kristen. Dan trauma Barat terhadap sejarah keagamaan berpengaruh besar terhadap cara pandang mereka terhadap agama. Jika disebut kata “religion” maka yang teringat dalam benak mereka adalah momok mengerikan agama Kristen; lengkap dengan doktrin, ritual, dan sejarahnya yang kelam dan menakutkan.

Liberal dalam Islam

Dewasa ini, wacana-wacana yang sering disebut “masalah modernitas” telah menghadapkan Islam kepada suatu tantangan global yang semakin komplek.

Lalu munculah sebuah pemikiran akan "keniscayaan" sebuah cara baru dalam merespon tanda-tanda perkembangan dan perubahan zaman yang disuguhkan oleh para pemikir Islam Liberal sekelas Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zayd. Sedang di Indonesia diusung oleh para Pemikir Muslim Kontemporer semisal Harun Nasution, Nurcholis Majid, Ulil Absar Abdala, Muqsit Al Ghazali, Luthfi Assyaukanie, dan lain sebagainya yang menamakan sebagai Jaringan Islam Liberal.

Melalui dominasi dan hegemoninya di dunia, Barat berusaha mengglobalkan -dan lebih tepatnya memaksakan- konsep-konsep Sekular dan Liberal dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pemikiran Islam. Hal ini berdampak pada rancunya konsep antara agama, ilmu dan akal. Sebabnya, Barat memandang agama dan ketuhanan sebagai problema global yang terlahir dari rasa trauma berkepanjangan terhadap sejarah kelam agama mereka sendiri (Kristen). Oleh sebab itu, banyak tokoh-tokoh oreintalis di Barat yang mengembangkan metodologi studi agama Sekular-Liberal kemudian menyamaratakan terhadap semua agama dan menempatkan Islam seolah-olah sama seperti agama lainnya.

Jika kita mau mengkaji dan meneliti dengan cermat, maka akan terdapat perbedaan konsep teologi yang begitu jauh antara Islam dan Kristen. Sejarah masa lalu Kristen yang kelam dan peradaban Islam yang gemilang serta perbedaan antara Al Qur'an dan Bible, semakin melebarkan jurang pemisah itu. Maka sebenarnya, pengadopsian buta kata Sekular dan Liberal oleh para Sarjana Muslim yang terbius akan kemajuan dan modernisasi Barat kemudian menyematkannya kepada Islam tidaklah tepat. Sebab, istilah-istilah dan pemahaman seperti ini mengambil dari tradisi Barat dan Kristen yang secara teologis dan sejarahnya berbeda jauh dengan Islam. Islam tidak mengalami problema teologis, historis, dan keotentikan wahyu dari Tuhan sebagaimana yang dialami oleh masyarakat Barat dan Kristen. Jadi sudah seharusnya para Pemikir Muslim Kontemporer tidak ikut-ikutan latah untuk mengadopsi suatu istilah asing tanpa melakukan penelitian dan kajian mendalam terhadap latar belakang sejarah Kristen dan Barat.

Sebab, pandangan hidup Islam bersumber kepada wahyu yang didukung oleh akal dan ilmu pengetahuan. Asal agama seperti nama, keimanan dan pengaplikasiannya, doktrinya serta sistem teologinya telah ada dalam Al Qur'an dan dijelaskan oleh Rasulullah.

Islam telah lengkap, sempurna dan otentik. Tidak memerlukan pembaharuan, penyegaran, perkembangan dan perubahan dalam hal-hal yang sudah sangat jelas. Islam adalah agama sekaligus peradaban terbaik sepanjang zaman. Islam adalah agama yang mengatasi segala problematika hidup manusia dan melintasi ruang dan waktu karena sistem nilai yang dikandungnya adalah pasti. Nilai-nilai yang ada dalam Islam adalah sepanjang masa dan selamanya. Jadi, Islam tidak membutuhkan apa-apa yang diperlukan oleh agama Kristen dan agama lainnya. Karena Islam merangkumi persoalan ketuhanan, ilmu pengetahuan, akal dan kebenaran.

Selengkapnya......

Ramadhan dan Aktivitas


Oleh: Ulfi Putra sani

Ramadhan, tamu yang agung itu akan segera tiba. Bulan yang menjanjikan beribu bonus bagi mereka yang berusaha meningkatkan kualitas dirinya. Sebagai bulan yang diistimewakan oleh Allah SWT, Ramadhan memang bulan yang mengandung banyak sekali kelebihan. Akan tetapi sangat disayangkan bahwa banyak diantara kaum muslimin yang mengurangi aktivitasnya di bulan yang mulia ini. Sebagai contoh, pengurangan jam kerja perusahaan atau jam studi sekolah menunjukkan indikasi adanya penurunan produktivitas di kala berpuasa. Sesuatu yang tidak selayaknya terjadi.

Melalui sejarah yang diukir generasi emas hasil binaan Rasulullah, kita bisa mengetahui bahwa bulan Ramadhan bukanlah bulan bermalas-malasan. Setidaknya ada 2 peristiwa yang bisa menguatkan hal itu. Peristiwa pertama yaitu perang Badar Kubra, perang yang mengubah drastis peta politik dan militer jazirah Arab ketika itu.

Perang yang berlangsung pada 17 Ramadhan 2 H itu berakhir indah. 313 orang kaum muslimin yang dipimpin langsung oleh Rasulullah SAW menang mutlak atas kaum kafir Quraisy yang berjumlah 1000 orang dan bersenjata lengkap. Peristiwa monumental kedua yang terjadi pada bulan Ramadhan adalah Fathu Makkah. Ketika itu kaum muslimin yang berjumlah 10000 orang berhasil membebaskan kota Makkah secara damai dan relatif tanpa perlawanan. Pada peristiwa ini, satu musuh islam yang terbesar ketika itu berhasil ditundukkan. Berhala-berhala di sekitar ka’bah yang jumlahnya ratusan dihancurkan dan penduduk Makkah ketika itu tunduk pada Islam. Pada dua kejadian seperti disebutkan di atas, ternyata datangnya bulan Ramadhan tidak menyurutkan semangat kaum muslimin untuk tetap memberikan yang terbaik bagi agamanya.

Berkaca dari peristiwa tersebut, memang seharusnya tidak menjadi halangan bagi kita untuk tetap beraktivitas dan menjaga produktivitas. Bahkan, puasa seharusnya dijadikan tantangan bagi kita untuk lebih giat beraktivitas. Karena selama kita berpuasa, tidurpun menjadi sebuah ibadah, apalagi aktivitasnya. Selain ibadah mahdhah, banyak sekali ragam aktivitas yang bisa kita andalkan sebagai ladang kebajikan di bulan Ramadhan. Talaqqi, telaah buku, kajian keilmuan bisa menjadi contoh. Aktivitas tersebut tidak memerlukan bayak kalori dan tidak memeras keringat, tetapi manfaatnya tentu tidak diragukan lagi. Masalah-masalah seperti rasa lelah dan lapar bisa disiasati dengan beragam cara, seperti istirahat yang cukup dan makan sahur sehingga tubuh tidak kekurangan energi yang dibutuhkan untuk beraktivitas.

Mengkonsumsi suplemen seperti vitamin dan lain sebagainya juga salah satu cara untuk membuat tubuh kita tetap fit selama puasa sehingga tidak ada alasan lagi bagi kita untuk mengurangi aktivitas dan memudahkan kita meraih berkah di siang hari bulan Ramadhan. Wallahu A’lam

Selengkapnya......

Pondok Gue Sekarang


Oleh: Muhammad Haikal Karami

22 Juni di kaki gunung Ciremai

Perasaan damai itu hadir kembali di relung-relung jiwa. Ketika saya menelusuri jalan menuju tempat yg penuh kenangan; masa-masa indah, penuh gelora semangat dan belajar dalam penitian hidup. Bertahun-tahun dididik mengenal berbagai ilmu yang tak sekedar mengetahui tapi lebih kepada memahami dan mengamalkan. HUSNUL KHATIMAH, bagiku atau mungkin kalian mempunyai arti penting dalam sejarah perjalanan hidup.

Tempat kita mencari setetes dari samudra ilmu Allah Yang Maha Luas..
Pada kesempatan yang langka itu ku gunakan untuk menelusuri setiap lekuk-sudut pondok; membuka slide-slide kenangan yang terlintas. Penuh cerita, canda, tawa, derita. Yang tanpa sadar ku tersenyum memandang kembali asrama, kamar mandi, jemuran, baju dan setiap serpihan pesona kenangan yang pernah tercipta di dalamnya.

Sobat, ijinkan untuk saya berbagi cerita tentang pondok kita sekarang -yang terlihat makin megah dan gagah. Banyak bangunan baru yang didirikan, tata letak bahkan namapun berubah baru. Mencerminkan semangat untuk tak lelah melahirkan generasi harapan penerus ajaran mulia. Segala fasilitas dan sistem senantiasa diadakan dan diperbaharui. Husnul hari ini telah mempunyai ruang makan tersendiri (dikhususkan di bekas asrama Khoibar) lebih kondusif walau mungkin ada yang kecewa karena tidak bisa mengambil jatah lebih dan makan di baskom, hehehe. Terlebih dahulu para santri harus mengambil kartu sebelum mengambil jatah makan. Dan yang pastinya: thobuuur (tentu jadi inget di Mesir ^_^).

Fasilitas belajar mengajar juga diperbaharui: lantai semen sudah jarang terlihat, semuanya kini telah berlantai keramik. Aula yang megah , laboratorium yang hampir lengkap, taman yang indah dan fasilitas olah raga bagi para santri juga banyak yang baru. Bertemu dengan asatidzah, mantan anggota kamar, bibi kantin, dan tak tertinggalkan: Agil bakso adalah yang saya tunggu-tunggu berbagi pengalaman, cerita dan nasihat.

Akan tetapi, tahukah sobat, ada kesedihan tak terperi yang saya rasakan terutama masalah kebersihan lingkungan pondok pesantren yang belum terjaga. Bahkan yang lebih mengejutkan lagi ketika saya menyempatkan berkunjung ke kamar kelas 12 akhir atau 3 Aliyah, tercium asap yang seharusnya tidak ada di lingkungan pondok. Padahal, besok pagi mereka semua akan diwisuda pada Haflatul Ikhtitam.

Ironis bukan?! Saya juga hampir tak percaya. Tapi saya yakin tidak semua calon alumni seperti itu; memang selalu ada kotak pemisah antara si alim dengan si lalim: tidak menjamin semua santri berhasil dididik. Pasti ada yang terpeleset, bahkan tersesat.

23 Juni Syahdu

Hari itu ibu Husnul Khatimah melepas kembali anak-anak didiknya. Sudah 11 angkatan dilahirkan dari rahimnya. Sebuah prosesi kembali dilaksanakan. Masih terkesan sama dengan haflatul ikhtitam pada tahun-tahun sebelumnya: syahdu dan penuh penghayatan. Kita semua tentu merasakannya; sebuah prosesi singkat menyandang gelar sebagai alumni Husnul Khatimah yang tak lupa akan jasa gurunya, meninggalkan semua kenangan manis di pondok tercinta.

Sobat-sobat alumni yang saling mencintai karena Allah, mungkin inilah sekelumit cerita yang bisa saya ceritakan, dan yang pasti, Husnul Khatimah dan para asatidzah senantiasa menunggu kiprah para anak didiknya untuk membangun pondok ke depan; tanpa pernah mengharapkan harta akan tetapi iImu yang bermanfaat dan prestasi yang membanggakan-lah yang senatiasa ditunggu dan terdengar dari para sobat sekalian.

Tiada kata lain selain mujuhadah: tantangan ke depan semakin berat penuh persaingan.
Tidak lagi ada tempat buat yang santai dan bermalas-malasan.

Semoga kita selalu teringat akan visi PonPes husnul khatimah: “Menjadi kontributor terdepan dalam mencetak kader Dakwah.”
Keep our spirit, semangaaat,,,,,

Selengkapnya......

Membangun civil society di Masisir


Oleh: Ekta Yudha Perdana

Di dunia penuh dengan lika-liku perjuangan, terkadang kita menemukan sebuah tantangan dalam kehidupan, di sana ada yang mengeluh ketika mendapatkan suatu masalah dan ada yang terus berjuang. Itu kembali kepada setiap individu yang mengarunginya. Ketika mendiskusikan tentang permasalahan dan tantangan, tak akan terlepas dari benturan fisik ataupun psikis, itu suatu sunatullah. Dan dari kumpulan suatu individu akan terbentuklah masyarakat, di sana kita akan temukan bervariasi bentuk individu, dari suku, ras, agama.

Dan setiap kita terbentuk oleh lingkungan, ada suatu istilah anak itu lahir dari lingkungannya. Itu menunjukan bahwasanya yang lebih dominan dalam mempengaruhi diri kita adalah lingkungan kita, ialah masyarakat yang ada di sekitar kita. Jadi, baik dan buruknya kita juga tergantung kepada di mana kita tinggal, dan bagaimana masyarakat kita.

Dan Islam pun mengatur semua sisi lini kehidupan termasuk di dalamnya yang berkenaan dengan masalah sosial kemasyarakatan.

Masyarakat Islam

Bahwasnya perang ideologi dengan perantara media massa sangat gencar dilakukan oleh pihak Barat, yang tak suka terhadap Islam. Ada dua visi yang mereka inginkan dari Islam:

Pertama: Menghancurkan pikiran-pikiran umat muslim dengan mendeklarasikan faham atheisme dan juga menyebarkan ideologi-ideologi materialistik, dengan tujuan untuk membuat tasykik (keraguan) terhadap akidah-akidah umat Islam.

Kedua: Memotivasi masyarakat Islam untuk melakukan kerusakan tatanan keluarga, masyarakat, dan membangkitkan permusuhan di antara laki-laki dan perempuan di dalam masyarakat. Dan mengajak semua anak muda untuk terus bermain, dengan wahana nonton bioskop dll. (red Anwar Jundi; Mujtama’ Islam).

Dan hal ini sesuatu yang sangat ditakutkan oleh para ulama kita, dan sekarang pun telah banyak ideologi yang sangat berbahaya yang dikonsumsi masyarakat, mungkin yang biasa kita kenal dengan nama Islam Liberal, mereka ini adalah bagian di dalam tubuh masyarakat kita. Yang sudah teracuni oleh ideologi Barat yang sangat merusak. Mereka belajar dari Barat tanpa adanya filterisasi. Menjadikan masyarakat hancur karena influecting (pengaruh) terhadap ideologi mereka. Contoh dari pemikiranya adalah mereka mengatakan Qur’an itu bukan firman Allah. Dan dampak ini terhadap masyarakat yang mendengar atau membaca statemen itu akan timbul keraguan dalam diri mereka, karena yang mengatakan itu bukan orang biasa, melainkan civitas akademisi, mahasiswa, dosen bahkan rektor dari perguruan Islam di Indonesia.

Begitu pun tak hanya dari sisi pemikiran saja, melainkan juga moral termasuk dari sasaran Barat untuk menghancurkan generasi Islam, dengan bervariatif jenisnya, dari film, pergaulan bebas, style yang tidak mengindahkan kesopanan, semua itu dikonsumsi di sebagian negara muslim di dunia. Dan itu pun termasuk dari pendistorsian dari Barat yang disuguhkan oleh umat Islam di dunia, untuk merusak generasi Islam. Hal ini ada di masyarakat kita, bukan hanya masyarakat di Indonesia, melainkan di Mesir sekalipun. Atau bahkan ada di sektiar kita, orang yang terkena implikasi dari westernisasi. Naudzubillah.

Dan problem solving dari semua permasalahan adalah kita kembali kepada agama yang diridhai Allah swt, ialah Islam. Kita kembali kepada syariat, yang telah mengatur tatanan masyarakat yang harmonis dan dinamis, seperti zaman Umar Bin Abdul Aziz. Artikulasi ideologi dari Barat tak terlepas dari filterisasi yang sangat selektif.

Prespektif Barat Terhadap Masyarakat Islam

Ini biasa kita temukan di dalam surat kabar ataupun berita di televisi, bahwasnya bangsa Barat mengetahui Islam, mayoritas mereka mengklaim bahwa Islam itu teroris, radikal, fundamentalis, dan termionogi–terminologi yang lain yang meraka buat sendiri. Dan presepsi ini mereka lontarkan kepada umat Islam. Tepatnya ketika runtuhnya gedung WTC, ketika itu yang banyak melakukan provokasi yang sangat gencar adalah Zionis. (red: Hamid Ammar Al-Islah Al-Mujtama’)

Dan ini disebarkan ke seluruh media massa di Amerika, bahwa dalang di balik runtuhnya WTC adalah umat Islam. Maka kebanyakan dari warga Amerika banyak yang terpengaruh atas isu itu. Dan hal ini juga disebarkan kepada seluruh universitas di Amerika. Maka tidak sedikit dari para dosen yang mengajar di universitas Islam di Amerika dari berkebangsaan Arab dikembalikan ke negaranya, dalam beberapa bulan setelah itu, baru boleh berkerja kembali. Dikarenakan masih banyak yang trauma terhadap runtuhnya WTC. Takut terjadi sesuatu, maka kebijakan itu diambil. Jika kita analisa bahwasanya tipe masyarakat ini mereka yang termasuk dari masyarakat yang mudah terkena isu.

Bukankah Islam telah mengajarkan jika datang kepada kita suatu berita maka harus ada tabayun (penjelasan) terlebih dahulu, sebelum kita melangkah kepada hukum. Dan itulah sebab yang menjadikan Barat sangat kesal terhadap Islam. Itu pengaruh dari lingkungan, masyarakat Barat di Amerika ada zionis, ada kulit hitam, kulit putih, agama, tidak beragama, dll. Jadi masyarakat sangat mempengaruhi daya pikir dan kepribadian kita.

Penutup

Setiap Kita menginginkan menjadi civil society (masyarakat madani) tetapi masih banyak di antara individu masih ragu untuk merealisasikan syariat Islam dalam kehidupan kita. Dan terkadang kita juga masih suka mengadopsi budaya Barat yang terlalu liberal. Menjadi masyarakat madani tidaklah mudah, penuh perjuangan dan pengorbanan. Jika kita analisa di sekitar kita, ada orang yang hanya memikirkan dirinya sendiri dalam mengembangkan intelektualitasnya, belajar sendiri, pintar sendiri, padahal teman-temennya membutuhkan bantuan. Sikap apatis ini yang masih banyak di sekitar kita. Terkadang akal kita tertutup oleh idelalis yang tinggi, yang menginginkan mendapatkan nilai yang tinggi, bolak-balik membaca buku diktat, tetapi acuh saja ketika melihat teman kita yang terbata-bata ketika membaca bahasa Arab, tanpa memperhatikan setiap individu yang masih tertinggal.

Kita tak akan pernah menjadi masyarakat madani sebelum ditanamkan di dalam diri kita, mau tidak kita berkorban untuk orang lain? Dan mau tidak kita merasakan penderitaan orang lain? Jika dijawab dengan kata “iya”, maka kita akan menemukan masyarakat madani di Mesir ini, akan lahir dari rahim Masizig (Mahasiswa Zagazig) dan Masana (Mahasiswa Tafahna). Amin. Penulis menutup dengan perkataan Muhammad Abduh: “Akal adalah mutiara manusia, dengan itu kita menentukan langkah.” Maka gunakanlah akal kita untuk bisa melihat sekitar kita dengan tulus. Wa Allah A’alam.

Selengkapnya......

PEMILU dan Pesta Demokrasi


Oleh: Zahid Mangku Alam

Pesta demokrasi yang akan diikuti oleh seluruh rakyat Indonesia hanya tinggal menunggu hitungan bulan saja. Arah kebijakan negeri ini pun ikut dipertaruhkan: maju mundurnya bangsa ini. Semua partai politik yang telah lulus klarifikasi Komite Pemilihan Umum pun sudah bersiap-siap menyambut dan merayakannya. Susunan calon anggota legislatif setiap partai jua telah disusun dan didaftarkan ke KPU pusat.
Partai-partai yang ikut dalam pemilu telah sibuk berpikir bagaimana cara mendulang suara yang banyak pada pemilu nanti; agar masing dari setiap caleg partainya dapat duduk di kursi perwakilan rakyat dan juga memenangkan pemilu tersebut. Yang pada dasarnya, nanti, para wakil rakyat inilah yang akan menyuarakan hati nurani masyarakat.

Akan tetapi tak sedikit dari anggota pemerintahan maupun para wakil rakyat yang telah sibuk memulai kampanye untuk melanggengkan jabatannya. Padahal tugas mereka untuk mengurus pemerintahan ataupun mewakili suara rakyat belum selesai! Ini bisa menimbulkan kekacauan di negara yang para elite politiknya sibuk mengurusi urusan pribadi tanpa peduli akan rakyat. Itulah sedikit gambaran fenomena yang terjadi di negeri kita pada saat ini.

Para calegpun banyak terdiri dari orang-orang yang memiliki popularitas. Seperti para tokoh masyarakat, bintang film, pengusaha terkenal. Bahkan pada saat sekarang ini bertumpuk masuk ke dalam kendaraan mesin politik. Memang setiap warga Negara Indonesia berhak mencalonkan diri dan dicalonkan, sampai orang yang berprofesi sebagai cleaning service pun berhak mencalonkan dirinya. Akan tetapi ada pertanyaan yang lebih penting dari itu semua: akan di bawa kemanakah kebijakan negeri ini, minimalnya untuk 5 tahun mendatang? Apakah menuju perbaikan atau malah jatuh ke dalam jurang kesengsaraan yang lebih dalam lagi?

Memilih calon anggota legislatif sebenarnya bukan hal mudah. Juga bukan perkara sulit. Akan tetapi anggota legislatif yang terpilih kita juga turut mempertanggung jawabkan kepentingan orang banyak. Bukan hanya di hadapan manusia dan di dunia ini, akan tetapi suara yang telah kita berikan akan di pertanggung jawabkan di hadapan Allah SWT kelak.

Hendaknya kita mengetahui siapa calon anggota legislatif yang akan kita pilih. Bagaimana track record orang tersebut dan apakah benar dia mempunyai kapabelitas dan kwalitas yang layak untuk menjadi anggota legislatif baik di DPR ataupun MPR sana. Bukan hanya mengandalkan popularitas belaka.

Dan bukan hanya sampai di situ saja. Akan tetapi kita juga harus menelaah kendaraan politik yang membawanya. Bagaimana kejelasan visi dan misi partai serta sejarah partai, bagaimana track record anggota partai yang telah duduk sebagai wakil rakyat (apabila partai tersebut termasuk partai-partai lama yang ikut dalam pemilu sebelumnya.)

Masyarakatpun menaruh harapan yang besar kepada wakil-wakil rakyat yang benar-benar peduli dan mendengar suara jeritan hati nurani rakyat. Yang akan memajukan, mensejahterakan, serta memakmurkan dari ujung Sabang sana sampai ujung Merauke sana. Bukannya membohongi dan menyengsarakan rakyat.

Seperti lagu yang dilantunkan Iwan Fals
untukmu yang duduk sambil diskusi/ untuk mu yang biasa bersafari/ di sana di gedung DPR/ wakil rakyat kumpulan orang hebat/ bukan kumpulan orang-orang dekat, apalagi sanak famili/ di hati dan lidahmu kami berharap/ suara kami tolong dengar lalu sampaikan/ jangan ragu, jangan takut karang menghadang/ bicaralah yang lantang jangan hanya diam/ di kantong safarimu kami titipkan masa depan kami, dan negeri ini/ dari Sabang sampai Merauke/ Saudara dipilih bukan dilotre/ wakil rakyat seharusnya merakyat/ jangan tidur waktu sidang soal rakyat/ wakil rakyat bukan paduan suara, hanya tahu nyanyian lagu setuju/
Kita memilih bukan dengan popularitas seseorang ataupun ketenaran yang dimiliki baik dari kalangan tokoh masyarakat ataupun yang lainnya. Bukan pula akibat adanya ‘serangan fajar’ yang dilakukan oleh oknum partai tertentu yang telah banyak terjadi pada Pemilu di negara kita waktu terdahulu. Yang menukar harga kemakmuran dan
kesejahteraan bangsa ini dengan harga yang sangat sedikit.

Akan tetapi kejelasan kwalitas dan kapabelitas calon anggota legislatif serta track record yang bersihlah yang semestinya kita dukung dan kita suarakan. Dari manapun dia berasal, agar para wakil rakyat yang duduk di kursi wakil rakyat sana, bukanlah orang yang suka ber-KKN, ataupun mempunyai moral yang hancur seperti yang kita lihat dan kita dengar belakangan ini.

Maju ataupun mundurnya negara kita tercinta ini, minimal untuk 5 tahun mendatang, semuanya ada di tangan kita bersama. Dan maju mundurnya negara kita bukan hanya kita yang akan menikmati: di sana, masih ada generasi anak-cucu kita yang akan menikmatinya, baik itu berupa kemakmuran ataupun kesengsaraan yang akan kita wariskan.

Selengkapnya......

SEPULUH HARI AKHIR DI BULAN RAMADHAN


Oleh: jauhar Maknun

Disebutkan dalam Shahihain, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya." Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.
Adapun lafazh Muslim: "Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.” Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah: "Rasulullah saw. bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya."
Rasulullah mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan yang lain, di antaranya:

 Menghidupkan malam

Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata: "Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shalat malam hingga pagi."

Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali: "Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat pada sebagian malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi." (HR. Ibnu Abid-Dunya).

Rasulullah saw membangunkan keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada malam-malam yang lain tidak. Dalam hadits Abu Dzar disebutkan: "Bahwasanya Rasulullah saw. melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja."

Beliau juga membangunkan Aisyah pada malam hari, bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) Witir. Diriwayatkan pula adanya targhib (dorongan) agar salah seorang suami-istri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun. (Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan sanad shahih.)

Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan, bahwasanya Umar ra. melakukan shalat malam seperti yang dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka: "Shalat! Shalat!" Kemudian membaca ayat: "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." (Thaha: 132).

Rasulullah beri'tikaf pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan mendekati (menggauli) istrinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'. Dan "mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah.

 Mandi antara Maghrib dan Isya'.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah: "Rasulullah jika bulan Ramadhan (seperti biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli) istri-istrinya, serta mandi antara Maghrib dan Isya."

Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan turun Lailatul Qadar. Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan di dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi (sebelumnya), dan berpakaian bagus, seperti dianjurkannya hal tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.

Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia melihat kepada hati dan amalmu. Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi dengan berhias secara bathin. Yakni dengan kembali (kepada Allah), taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Allah Ta'ala berfirman: "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26)

 I'tikaf

Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah bahwasanya Nabi saw. senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan beliau.
Nabi saw. melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk menghentikan berbagai kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk mengasingkan diri demi bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.

Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat kepada Allah, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala hal yang menyibukkan dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak memiliki keinginan lain kecuali Allah dan ridha-Nya. Semoga Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita. Wallahu ‘alam bisshowab.

Selengkapnya......

Jangan Sia-Siakan Dia


Oleh: Anas Margono

Manusia dalam roda kehidupan yang dijalaninya, tentu banyak mengalami peristiwa. Mulai ia dilahirkan sampai pada saat sekarang berada, hal-hal itu tak akan terhitung jumlahnya. Diantaranya, ada saat-saat yang sangat bernilai, saat yang tepat untuk meraih sebuah keberhasilan. Saat itu biasa disebut moment yang berarti saat yang tepat, atau momentum yang berarti kesempatan. Satu hal yang penting dalam menyikapi sebuah momentum adalah memanfaatkannya dengan semaksimal mungkin, karena bisa saja sesorang mempunyai momentum-momentum yang penting dalam kehidupannya tetapi tidak ada perubahan yang berarti pada dirinya. Itu karena dia tidak atau belum memanfaatkannya dengan maksimal.

Dalam perang Uhud, Kholid bin Walid yang belum memeluk Islam adalah salah satu sosok yang berhasil memanfaatkan momentum. Pada awal peperangan, kaum muslimin telah memukul mundur kaum musyrikin yang dipimpin Kholid bin Walid. Dengan kemenangan itu kaum muslimin tergiur melihat harta yang ditinggalkan kaum musyrikin. Mereka turun, melepaskan pertahanan, padahal kaum musyrikin belum jauh dari medan pertempuran. Mereka lalai dan lupa dengan perintah Rasul SAW.

Dengan kecerdasannya, Kholid bin Walid langsung memanfaatkan momentum ini. Kholid membawa pasukannya berputar, menyerang kaum muslimin dari belakang. Sehingga dengan mudah Khalid merebut kemenangan dari kaum muslimin. Dan jadilah Kholid seorang panglima yang disegani.

Perkembangan Islam yang sangat pesat hingga sampai ke pelosok negeri Arab, juga karena kecerdasan Rosul dalam memanfaatkan momentum musim haji; mengajak setiap qobilah yang datang untuk memeluk Islam. Begitu juga pesatnya perkembangan Islam di Madinah hingga menjadi negeri yang makmur adalah karena baiat yang dilakukan Rasulullah di Aqobah terhadap sekelompok penduduk Madinah yang hendak melaksanakan haji. Kembalinya mereka ke Madinahpun tak disia-siakan oleh Rosul; mengirim Mush`ab bin Umair untuk ikut serta bersama mereka sebagai mu`alim demi perkembangan Islam di sana.

Maka, layaknya Rosul dan Kholid, hendaknya setiap kita tidak menyia-nyiakan kesempatan yang datang menjumpai kita, untuk selalu meningkatkan kualitas diri demi kemajuan Islam, apapun jenisnya. Dan sebentar lagi akan datang sebuah momentum yang sangat mahal, “momentum Ramadhan.” Sebuah momentum yang Rosul amat mencela mereka yang gagal dalam memanfaatkannya: “Sungguh sangat merugi! Sungguh sangat merugi! Siapa saja yang menjumpai Ramadhan tetapi dia tidak diampuni dosa-dosanya.” Sangat wajar jika Rosul mencela orang yang gagal memanfaatkan Ramadhan ini, karena dia merupakan momentum yang jarang; hanya sekali dalam setahun.

Ramadhan layaknya sebuah lembaga pendidikan yang menghasilkan para alumni yang handal. Pendidikan Ramadhan bukan sembarang pendidikan, karena Ramadhan tidak hanya mendidik fikriyah saja, tapi juga mendidik setiap sisi kehidupan manusia. Mendidik fikri, tsaqofi, ruhi, jasadi, akhlaq, dan pengorbanan. Maka tidak bisa dielakan lagi bahwa Ramadhan merupakan momentum yang sangat tepat untuk mentarqiyah diri, untuk meningkatkan kualitas diri. Titel dan gelar yang dihasilkan oleh lembaga pendidikan Ramadhan juga bukan sembarangan, karena yang memberikan gelar ini adalah Allah yang mengetahui yang dzohir dan yang bathin. Penilaian pendidikan ini bukan hanya pada hal-hal yang nampak, tapi juga pada yang jauh di lubuk hati setiap manusia. Maka dibutuhkan kerja keras yang lebih, dibutuhkan persiapan, perencanan dan strategi yang matang untuk menghadapinya.

Momentum itu akan datang sebentar lagi. Hanya dengan hitungan hari dia akan tiba. Jangan sia-siakan dia! Manfaatkan dia! Jangan sampai kita termasuk golongan orang yang sangat merugi seperti tertera dalam hadits nabi di atas.

Selengkapnya......

Hiburan


Oleh: Heru Mahbarullah

Islam adalah agama realis yang tidak tenggelam dalam dunia khayal dan lamunan. Tetapi Islam berjalan bersama manusia di atas dunia realita dan alam kenyataan. Islam tidak memperlakukan manusia sebagai malaikat yang bersayap dua, tiga dan empat. Tetapi Islam memperlakukan manusia sebagai manusia yang suka makan dan berjalan di pasar-pasar.

Meningkatnya ruhiah sebagian para sahabat, telah mencapai puncak hingga beranggapan bahwa kesungguhan yang membulat dan ketekunan beribadah, haruslah menjadi adat kebiasaannya yang mengharuskan berpaling dari kenikmatan hidup dan keindahan dunia, tidak bergembira dan tidak bermain-main. Bahkan seluruh pandangannya dan fikirannya hanya tertuju kepada akhirat melulu dengan seluruh isinya.

Marilah kita simak kisah sahabat Handhalah al-Asidi yang mulia -dia termasuk salah seorang penulis Nabi. Ia menceriterakan tentang dirinya kepada kita sebagai berikut.
Satu ketika aku bertemu Abubakar, kemudian terjadilah suatu dialog:
Abubakar: Apa kabar, wahai Handhalah?
Aku: Handhalah berbuat nifaq!
Abubakar: Subhanallah, apa katamu?
Aku: Bagaimana tidak! Aku selalu bersama Rasulullah SAW. Beliau menuturkan kepadaku tentang Neraka dan Surga yang seolah-olah Surga dan Neraka itu aku lihat dengan mata-kepalaku. Tetapi setelah aku keluar dari tempat Rasulullah SAW. kemudian bermain-main dengan istri dan anak-anak dan bergelimang dalam pekerjaan, maka aku sering lupa tutur Nabi itu!
Abubakar: Demi Allah, saya juga berbuat demikian!
Aku: Kemudian saya bersama Abubakar pergi ke tempat Rasulullah SAW.
Kepadanya, saya katakan: Handhalah nifaq, wahai Rasulullah!
Rasulullah: Apa?!
Aku: Ya Rasulullah! Begini ceritanya, aku selalu bersamamu, Engkau ceritakan kepadaku tentang Neraka dan Surga, sehingga seolah-olah terlihat dengan mata-kepala.
Tetapi apabila sudah keluar dari sisimu, bertemu dengan isteri dan anak-anak serta sibuk dalam pekerjaan, aku banyak lupa!

Kemudian Rasulullah SAW. bersabda: "Demi Dzat yang diriku dalam kekuasaannya! Sesungguhnya andaikata kamu disiplin terhadap apa yang pernah kamu dengar ketika bersamaku dan juga tekun dalam zikir, niscaya malaikat akan bersamamu di tempat tidurmu dan di jalan-jalanmu. Tetapi wahai Handhalah, saa'atan, saa'atan! (Berguraulah sekedarnya saja!) Diulanginya ucapan itu sampai tiga kali." (HR. Muslim)

Kehidupan Rasulullah SAW. merupakan contoh yang baik bagi manusia. Dalam khulwat-nya ia melakukan sembahyang dengan khusyu', menangis dan lama berdiri sehingga kedua kakinya bengkak. Dalam masalah kebenaran ia tidak mempedulikan seseorang, demi mencari keridhaan Allah. Tetapi dalam kehidupannya dan perhubungannya dengan orang lain, Rasul Muhammad adalah manusia biasa yang sangat cinta kepada kebaikan, wajahnya berseri-seri dan tersenyum, bergembira, dan tidak mau berkata kecuali yang haq.

Ia menyukai kegembiraan dan apa saja yang dapat membawa kepada kegembiraan. Ia tidak suka susah dan apa saja yang membawa kesusahan, seperti berhutang dan hal-hal yang menyebabkan orang bisa payah. Dan selalu minta perlindungan kepada Allah dari perbuatan yang tidak baik. Dalam doanya itu ia mengatakan: "Ya Tuhanku! Sesungguhnya aku berlindung kepadaMu dari duka dan susah." (HR. Abu Daud)

Dalam salah satu riwayat diceriterakan tentang berguraunya dengan seorang perempuan tua yang berkunjung ke rumah Nabi meminta doa supaya ia masuk surga. Maka jawab Nabi: "Surga tidak menerima orang tua!" Mendengar jawaban itu, sontak saja si perempuan tua menangis tersedu-sedu karena beranggapan bahwa ia tidak akan masuk surga.

Melihat keadaan nenek tua tersebut, Rasulullah SAW kemudian menerangkan maksud dari sabdanya itu, "bahwa seorang tua tidak akan masuk surga dengan keadaan tua bangka, bahkan akan dirubah bentuknya oleh Allah dalam bentuk lain, sehingga dia akan masuk surga dalam keadaan masih muda belia.” Kemudian Rasul membacakan ayat: "Sesungguhnya Kami ciptakan mereka itu dalam ciptaan yang lain. Maka kami jadikan mereka itu perawan-perawan yang menyenangkan dan sebaya."(al-Waqi'ah: 35-37)

Begitu juga para sahabatnya yang baik-baik itu. Mereka biasa bergurau, tertawa, bermain-main dan berkata yang ganjil-ganjil karena mereka mengetahui akan kebutuhan jiwanya dan ingin memenuhi panggilan fitrah serta hendak memberikan hak hati untuk beristirahat dan bergembira agar dapat melangsungkan perjalanannya dalam menyusuri aktivitas.

Ali bin Abu Talib pernah berkata: "Sesungguhnya hati itu bisa bosan seperti badan. Oleh karena itu carilah segi-segi kebijaksanaan demi kepentingan hati." Dan katanya pula: "Istirahatkanlah hatimu sekedarnya! Sebab hati itu apabila tidak suka, bisa buta." Abu Darda pun berkata: "Sungguh hatiku akan kuisi dengan sesuatu yang kosong, supaya lebih dapat membantu untuk menegakkan yang haq."

Oleh karena itu, hiburkan hati yang masih gelisah! Obati hati yang terluka, ikat kembali persahabatan dengan iman dan kasih saying! Tidak salah jika seorang muslim bergurau dan bermain-main yang kiranya dapat melapangkan hati. Tidak juga salah kalau seorang muslim menghibur dirinya dan rekan-rekannya dengan suatu hiburan yang mubah, dengan syarat kiranya hiburannya itu tidak menjadi kebiasaan dan perangai dalam seluruh waktunya, sehingga melupakan kewajiban dan melemahkan aktivitasnya.

Maka tepatlah pepatah yang mengatakan, "campurlah pembicaraan dengan sedikit bermain-main, seperti makanan yang dicampur dengan sedikit garam."

Berhibur tiada salahnya karena hiburan itu indah. Hanya apabila salah memilihnya membuat kita jadi bersalah. Maka dalam bermain-main itu, seorang muslim tidak diperkenankan menjadikan harga diri dan identitas seseorang sebagai sasaran permainannya. Seperti firman Allah: "Hai orang-orang yang beriman! Jangan ada satu kaum merendahkan kaum lain sebab barangkali mereka (yang direndahkan itu) lebih baik dari mereka (yang merendahkan)." (al-Hujurat: 11)

Tidak juga diperkenankan dalam berguraunya itu, agar ditertawakan orang lain, dengan menjadikan kedustaan sebagai wasilah. Sebab Rasulullah telah memperingatkan dengan sabdanya, "celakalah orang yang beromong suatu omongan supaya ditertawakan orang lain, kemudian dia berdusta. Celakalah dia! Celakalah dia!" (HR. Tarmizi) Wallahu a’lam

Selengkapnya......

Ramadhan dan Persaingan Politik


Oleh: Didin Baharudin

Pemilihan umum sudah tercium sejak dini, tiada partai yang diam saat ini. Sudah saatnya bergerak, dan mengambil sikap dari permainan politik nasional. Dan kita sebagai mahasiswa harus banyak berperan dalam memajukan Negara. Jangan skeptis untuk mengambil langkah dalam pemilu 2009. Kita harus melakukan yang terbaik untuk negeri tercinta. Politik tidak hanya terkhususkan kepada mahasiswa yang masuk universitas umum saja, yang agama pun bisa melakukannya; termasuk kita di dalamnya.
Jika kita analisa, persaingan perpolitikan di Indonesia dewasa ini sangat menyedihkan. Terlebih jumlah partai yang banyak. Dan apabila kita spesifikan kepada partai Islam, tidak sedikit yang mengatasnamakan dan menjual agama. Jadi kata sederhananya, agama dijadikan kambing hitam untuk diobral kepada masyarkat; supaya lebih tertarik ketika memilih partai tersebut.

Tapi terkadang kita sebagai mahasiswa banyak juga yang belum melihat secara realistis. Masih tertanam di pikiran bahwasanya setelah lulus dari Azhar akan mengajar, jadi dosen; sudah, cukup. Padahal sudah saatnya kita merubah para anggota parlemen yang datang ke rapat hanya untuk tidur. Mengganti para pejabat yang hanya makan gaji buta saja, bukan memikirkan rakyat melainkan untuk membodohoi rakyat. Yang membuat undang-undang mendiskreditkan Islam. Yang selalu menangkap para ulama dengan dalih membuat ketakutan di mana-mana (teroris).

Selama sebulan ini (penghujung bulan Juli hingga paruh ke-3 Agustus) umat Islam di seluruh dunia memperingati peristiwa Isra Mi’raj; perjalanan spiritual Rasulullah Muhammad SAW dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa, menuju Sidratil Muntaha. Perjalanan yang hanya semalam itu, menurut perhitungan tahun Hijriyah, terjadi pada tanggal 27 Rajab. Dan tahun ini bertepatan dengan tanggal 30 Juli 2008. Sudah selayaknya umat Islam meyakini adanya peristiwa Isra Mi’raj, yang untuk memahaminya, tidak sepenuhnya ditelusuri secara aqliyah semata tetapi juga harus dibarengi dengan naqliyah (berpegang pada dalil-dalil dalam Kitab Suci). Agama merupakan paduan antara immanent dan transcendent.

Lalu apa relevansi Isra Mi’raj dengan keseharian manusia? Melalui peristiwa tersebut, Sang Pencipta agaknya ingin mengatakan bahwa di atas segala-galanya; masih ada Dia. Yang memperhatikan tingkah-polah manusia hingga yang sekecil-kecilnya. Yang akan mengadili manusia pada saatnya kelak. Walhasil, orang yang mengaku beriman dan beragama, seyogianya selalu sadar bahwa segala perbuatannya tidak lepas dari pemantauan Sang Maha Kuasa. Adakah kesadaran ini sudah menyatu dalam diri kita?

Tampaknya belum! Kita yang mengaku beriman tidak malu berbuat kemungkaran dan merugikan orang banyak. Salah satunya adalah korupsi. Dan para pelaku korupsi adalah mereka yang mengaku beragama, pernah berkampanye pada pemilu dengan mengatasnamakan agama; guna meraih konstituen sebanyak-banyaknya. Akhirnya agama hanya menjadi komoditas politik. Seperti “ayam potong” yang ramai-ramai disembelih setiap pemilu. Setelah berhasil, beramai-ramai pulalah melahap uang rakyat. Paling-paling, begitu ketahuan, uang itu dikembalikan. Pun yang dikembalikan hanya yang ketahuan.

Dan yang terpenting kita harus memiliki sifat iba kepada negara Indonesia yang sedang ramai-ramainya korupsi berjamaah. Dan belajarnya kita di Mesir bukan berarti acuh kepada negara sendiri. Kita tetap memperjuangkan bangsa kita di mana pun kita berada. Di bulan Ramadhan ini kita lebih khusu’ kembali; selalu introspeksi diri atas semua kejadian yang pernah kita lakukan. Bulan suci ini harus kita pergunakan untuk menganalisa bagaimana metode memajukan umat Islam di Indonesia dan memajukan seluruh lini yang menjadi tumpuan untuk menjadikan Indonesia diakui eksistensinya di bumi ini.

Ramadhan sekarang sungguh berbeda dengan yang sebelumnya. Ramadhan saat ini lebih kepada permainan politik yang dijadikan perlombaan untuk mendapatkan jatah kursi parlemen. Tentunya bagi kita semua untuk bisa lebih tajam menganalisa, karena pemilihan umum 2009 akan menentukan arah Indonesia untuk menjadi negara maju. Kita perlu banyak membaca keadaaan; tentang permasalah umat yang sedemikian kompleks dan banyak masalah. Kita buktikan dengan banyak mempelajari setiap partai yang mengusung agama Islam. Dan lebih mengetahui bahwa tidak sedikit dari partai sekarang ini hanya ingin mengejar jabatan dan kedudukan semata. Bukan kepada kesejahteraan rakyat.

Karena penentu kemajuan Indonesia atas pilihan kita kepada wakil rakyat di parlemen, dan begitupun APBN atau devisa negara saat ini sangat besar, jika orang-orang yang mewakili kita di parlemen orang yang rakus atau mementingakan keluarganya: itu akan merugikan masyarakat Indonesia yang tercinta. Di zaman ini, yang dicari masyarakat ialah -siapa pun orangnya- yang bisa membuat kesejahteraan bagi rakyatnya. Bisa saja orang itu jurusan agama. Sebab tidak berarti orang yang jurusan agama hanya mampu mengurusi masyarakat bawah saja. Jika mempunyai kualitas, boleh juga membahas masalah UU atau Perda

Selengkapnya......

NIKAH DAN THALAQ


Oleh: Heru Mahbarullah

NIKAH

Dalam pembahasan nikah ini dibagi kedalam beberapa point diantaranya:
a. Definisi nikah
b. Hukum nikah
c. Syarat-syarat nikah
1. Definisi

Pada umumnya makna nikah dapat diartikan dari berbagai sudut pandang yaitu diantaranya: menurut pandangan sastarawan atau ahli bahasa, ushul fikih dan dari sudut pandang fikih.

Makna nikah menurut bahasa ialah berhubungan badan dan menumpuk atau menyusun (wathu wa dhommu) bisa juga berarti saling memasukan (tadakhul) seumpama perkawinan setangkai pohon atau bunga yang bergoyang karena tiupan angin maka saling menumpuk satu sama lainnnya. Sedangkan makna nikah menurut pandangan fikih berbeda pendapat namun hanya dalam konteksnya saja tapi semuanya kembali pada makna yang sama yaitu bahwa akad nikah itu telah ditetapkan oleh allah swt untuk mengatur suami atas istrinya dalam menggaulinya dan seluruh anggota tubuhnya dengan jalan saling merasakan kenikmatan.

Adapun makna nikah menurut pandangan ushul fikih para ulama berbeda pendapat dalam hal ini diantaranya:

Hanafiyah: mereka berpendapat bahwa hakikat pernikahan itu adalah dalam jima (wathu) dan kiasan pada akad. Seperti firman Allah swt (qs: annisa ayat: 22) yang artinya sebagai berikut: “dan janganlah kamu menikahi perempuan-perempuan yang telah dinikahi oleh ayahmu…”, Maksud kandungan ayat diatas ialah perempuan yang telah berhubungan badan dengan ayahnya yang melepaskan hukum musabbab ‘ala sabab
Syafi’iyah dan malikiyah: bahwasannya hakikat dari pernikahan itu ialah akad dan kiasan dalam jima karena jima itu tidak mesti meminta izin namun hukum akad yang menjadikan semuanya boleh dilakukan yakni berhubungan antara lawan jenis.sebagaimana firman Allah swt (qs: al baqarah ayat: 230) yang artinya: “ kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain…” Ini adalah pendapat yang lebih di terima dikalangan para ulama fikih kebanyakannya.

Dan pendapat yang ke3 (tiga) ini adalah gabungan lafadz dari antara akad dan jima (wathu) karena terkadang dalam al qur’an menggunakan kata aqdu dan terkadang juga mengguanakan kata wathu (jima) maka oleh karena itu menunjukan bahwa nikah itu hakikatnya pada akad dan jima.

dalam kitabnya imam assyaukani menambahkan: bahwasannya imam yahya dan al qosim azzujaji dan sebagian hanafiyah berpendapat bahwa nikah itu gabungan lafadz antara akad dan jima seperti perkataannya al faris “apabila dikatakan seorang anak perempuan atau laki telah menikah maka maksudnya ialah telah berakad dan apabila dikatakan telah menikah suami istri maka maksudnya ialah telah berjima”.

Abdullah bin Abdurrahman bin sholah aly bassam dalam kitabnya mengatakan bahwa setiap kata nikah yang tercantum dalam al qur’anul karim itu maksud dari intinya ialah sama yaitu kata akad (al aqdu) kecuali firman Allah swt (qs: al baqarah ayat: 230) yang artinya sebagai berikut: “ kemudian jika dia menceraikannya (setelah talak yang kedua), maka perempuan itu tidak halal lagi baginya sebelum dia menikah dengan suami yang lain…” Maksud kandungan ayat diatas ialah jima (wathu).

2. Hukum

Telah sepakat para ulama bahwa hukum nikah mencangkup hukum-hukum syar’I yang 5 yaitu:
a. Wajib
b. Haram
c. Sunnah
d. Makruh
e. Mubah atau boleh

A. wajib

Seseorang dikatakan wajib menikah apabila dia telah sempurna segala persiapannya baik itu persiapan ruhani ataupun jasmani terlebih kepada orang yang nafsunya sedang berkobar-kobar dalam dirinya yang kalau didiamkan bisa mendorong dan menarik kepada perbuatan tercela baik itu hal kecil seperti onani, pacaran, nonton film porno atau bahkan hal yang lebih besar seperti perbuatan zina, oleh karena itu untuk membendung dan menyalurkan keinginan nafsu tersebut dijalur yang benar maka islam telah memberikan lahan sarana yaitu sebuah pernikahan dan anjuran untuk bersegera menikah karena menjaga diri dan menjauhkan diri dari hal-hal yang haram itu adalah sebuah kewajiban dan tidaklah semuanya itu bisa sempurna pencegahannya kecuali dengan sebuah pernikahan.

Kurtubi pernah berkata: orang yang mampu itu ialah orang yang takut akan kemadlaratan akan diri dan agamanya dari membujang dan tiada jalan untuk melepaskan dari dirinya itu selain daripada menikah.

Jika seseorang sedang berkobar dalam dirinya nafsu sedangkan dia lemah dalam memberikan infaq terhadap istrinya maka dia akan di lapangkan sebagaimana firman Allah swt (qs: annur ayat 33) yang artinya sebagai berikut:
“ dan orang-orang yang tidak mampu menikah hendaklah menjaga kesucian (dirinya), sampai allah memberikan kemampuan kepada mereka dengan karuniaNya…”
Dan perbanyaklah berpuasa seperti yang dicontohkan oleh nabi Muhammad saw karena dengan puasa dapat menenangkan hati membunuh dan mamdamkan kobaran nafsu dalam diri.

Pendapat para ulama tentang hukum wajib dalam nikah:

Malikiyah: nikah hukumnya wajib dengan syarat-syarat sebagai berikut:
1. Takut dirinya terjerumus dalam perbuatan zina.
2. Tidak kuat berpuasa yang dapat terhindar dari zina atau mampu untuk berpuasa tapi tidak dapat menghindari dari perbuatan zina.
3. Tidak kuat dalam kemewahan tapi apabila mampu untuk menikah dan kuat berpuasa dan dapat menguasai nafsunya dari perbuatan tercela bahkan hidup dalam kemewahan maka yang di prioritaskan ialah nikah.

Sebagian dari mereka mengsyaratkan untuk mampu dalam usaha dengan jalan yang halal dan takut akan terjerumus kedalam perbuatan zina maka nikah hukumnya wajib.

Hanafiyah: ada 4 syarat hukum nikah dapat dikatakan wajib yaitu:
1. Yakin bahwa dirinya dapat terhindar dari perbuatan zina tapi apabila keadaanya lagi sendiri dia takut akan terjerumus dalam perbuatan zina.
2. Tidak kuat berpuasa yang dapat terhindar dari perbuatan zina.
3. Tidak tahan dengan kemewahan.
4. Mampu memberikan mahar dan infaq dari hasil usahanya sendiri dengan jalan yang halatidak dengan kesewenang-wengan.

Syafi’iyah: nikah wajib apabila telah memutuskan untuk meninggalkan perbuatan yang haram.

Hanabilah: nikah hukumnya wajib apabila takut akan terjerumus dalam perzinahan kalau tidak cepat-cepat nikah walau hanya baru perkiraan baik itu perempuan atau laki-laki hukum nikahnya wajib.

B. Sunnah

Apabila seseorang telah yakin akan dirinya untuk menikah dan mampu dalam menjalankan kendali rumah tangga tetapi dalam dirinya masih percaya bahwa masih mudah untuk terbawa kedalam arus yang dilarang oleh Allah SWT maka dalam keadaan seperti itu sunnah hukumnya untuk melaksanakan pernikahan dan alangkah lebih bagus apabila dalam kesehariannya itu dikosongkan dari kegiatan-kegiatan melainkan hanya diisi dengan ketaatan dan ibadah kepada Allah SWT.

Pendapat para ulama tentang hukum sunnah dalam nikah:

Malikiyah: sunnah hukumnya jika seseorang yang tidak menginginkan untuk menikah akan tetapi dia mengharapkan akan mempunyai keturunan tapi dengan syarat dia sanggup melaksakan kewajiban atau tanggung jawabnya dari mulai usaha untuk kebutuhan seharian sampai mampu memberikan kebutuhan biologis namun apabila sebaliknya maka haram baginya untuk menikah.

Hanafiyah: nikah sunnah hukumnya bagi orang yang mempunyai keinginan untuk menikah tapi kondisi dirinya tidak seimbang antara ketidak yakinannya akan terjaga dari jurang perzinahan dengan perasaan tidak takut akan terjerumus kedalam perbuatan zina namun apabila dalam kondisi ini pernikahan ditinggalakan maka dia berdosa seringan-ringannya dosa dari dosa meninggalkan perkara yang wajib.

Syafi’iyah: asal mula dari hukum nikah ialah boleh maka boleh bagi seseorang untuk menikah dengan maksud merasakan kenikmatan dan bersenang-senang namun apabila niatnya untuk menjaga diri dari perbuatan tercela dan mengaharapkan keturunan seorang anak maka hukumnya sunnah.

Hanabilah: bagi siapa orang yang menginginkan nikah dan dirinya tidak takut akan terjerumus dalam perzinahan baik itu perempuan atau laki-laki dalam keadaan seperti ini lebih utama untuk menjaga dirinya dan istrinya dan menghasilkan keturunan anak yang banyak.

C. Haram

Nikah dihukumi haram apabila ada maksud untuk menyakiti pasangan atau ada udang di balik batu ada sesuatu hal yang diinginkan dari pasangannya yang tentunya hal yang bisa merugikan dan menyakitkan sebelah pihak bahkan tidak mampu memberikan kebutuhan dan hak-hak yang mestinay didapatkan dalam hubungan suami istri seperti kebutuhan biologis, infaq, kasih sayang, perhatian dan lain sebagainya.

imam kurtubi berkata:
maka kapan saatnya seorang istri dapat mengetahui bahwa suaminya itu mampu untuk memberikan hak-hak kewajibannya terhadap istri dan anak-anak seperti shodaqah dan kasih sayang? Maka tidaklah halal seorang laki-laki menikahi seorang perempuan sampai dia menjelaskan atau memberi tahukan kepada pihak perempuan kalau dia memang benar-benar mampu untuk melaksanakan kewajibannya sebagai seorang suami yang bertanggung jawab atas tanggungannya, sebagai seorang pemimpin yang bertanggung jawab atas tugas dan prajuritnya.

Pendapat para ulama tentang hukum haram dalam nikah:
Malikiyah: haram nikah bagi orang yang tidak takut akan terjerumus dalam perbutan zina dan terbukti kalau dia lemah atau kurang mampu dalam memberikan infak pada istrinya dari hasil usaha yang halal atau bahkan gak mampu memuaskan keinginan biologis istri dalam berjima namun apabila istrinya menerima dengan keadaan suaminya yang serba kekurangan maka boleh-boleh saja tapi bila dalam usaha istri menerima juga suaminya usaha dari hasil yang haram korupsi misalnya maka itu tidak dibenarkan dalam hukum.

Hanafiyah: haram jika hasil usahanya dari pekerjaan yang dilarang dengan menghalalkan segala cara untuk mendapatkan hasil atau keuntungannya bukan membawa kemaslahatan buat diri dan istri namun sebaliknya malah mambawa kemadlaratan dan kerusakan karena sesungguhnya nikah itu di syariatkan untuk mendapatkan kemaslhatan dan menjaga diri dan juga memperoleh pahala dari Allah SWT.

Hanabilah: haram nikah disaat kondisi lagi berperang atau dalam medan peperangan terkecuali dalam keadaan madlorat maka di boleh untuk melangsungkan pernikahan dan haram hukumnya ketika sedang berstatus jadi tawanan apapun itu keadaanya.

D. Makruh

Makruh hukumnya nikah apabila tidak memberikan hak-hak teradap istri sebagaimana mestinya seperti memberikan shadaqah atau infaq dan tidak memenuhi kebutuhan biologis istri. Walau sebenarnya termasuk orang berada tapi tidak mempunyai keinginan yang kuat untuk melakukan hubungan intim dengan istri oleh sebab itu jika terjadi sesuatu hal yang mengakibatkan berkurangnya sebuah ketaatan dalam hubungan suami istri sekalipun itu sibuk dengan urusan keilmuwan maka makin bertambah hukum kemakruhannya.

Pendapat para ulama tentang hukum makruh dalam nikah:
Malikiyah: makruh bagi seseorang yang tidak mempunyai keinginan untuk nikah karena dia takut untuk tidak mampu melaksakan sebagian kewajibannya atau takut dengan pernikahan tersebut akan menelantarkan dirinya dalam mengerjakan amalan-amalan sunnah (tathowwu’) baik itu laki-laki ataupun perempuan sebagaimana yang telah diketahui, baik mempunyai angan-angan untuk memperoleh keturunan ataupun tidak.
Hanafiyah: makruh hukumnya apabila takut menimbulkan kedzaliman dan kesewenang-wenangan dengan tanpa ada keyakinan sekit pun dalam pernikahan.

Syafi’iyah: nikah makruh hukumnya apabila seseorang takut akan tidak adanya kepuasaan hak dirinya atas istrinya dalam hal ini pihak wanitanya yang tidak ada keinginan untuk menikah dan tidak ada rasa butuh terhadap kehadiran sang suami bahkan tidak takut akan apa yang akan terjadi seperti kehancuran hubungan suami istri atau cerai.

E. Mubah

Hukum nikah mubah apabila sudah hilang atau terjaga dari perasaan gelisah, cemas dan lain sebagainya yang dapat mengakibatkan munculnya keraguan dalam hati.

Pendapat para ulama dalam hukum mubah nikah:

Malikiyah: mubah bagi orang yang tidak mempunyai keinginan untuk menikah dan tidak ada harapan untuk mempunyai keturunan anak padahal sebenarnya dirinya mampu untuk melangsungkan pernikahan dan menuanaikan kewajibannya dalam rumah tangga tanpa membiarkan pekerjaan yang bersifat sukarelawan.

Hanafiyah: bagi setiap orang yang mempunyai keinginan untuk menikah dan tidak takut akan terjerumus dalam lubang perzinahan begitupun tidak adanya keyakinan untuk menikah akan tetapi dirinya menikah hanya sebatas untuk menyalurkan kebutuhan syahwatnya maka mubah baginya untuk menikah.

Syafi’iyah: asal mula hukum nikah ialah mubah maka boleh bagi seseorang menikah dengan bertujuan untuk merasakan kenikmatan dan merasakan kesenangan.
Hanabilah: mubah bagi orang yang tidak memiliki keinginan untuk menikah dengan syarat tidak adanya kemadloratan dan kerusakan moral dalam hubungan suami istri.

3. syarat-syarat
Syarat-syarat nikah adalah sebuah alat parameter atau sebagai batas minimal untuk menentukan apakah sah atau tidaknya seseorang dalam melaksanakan sebuah pernikahan baik itu faktor yang berkaitan dengan kondisi suami atau dari pihak istri ataupun yang berkaitan dengan saksi dan wali dan lain sebagainya.

Adapun syarat-syarat sah nikah sebagai berikut:
a. Syarat-syarat yang berkaitan mengenai bentuk kalimat (sighah)
- Telah sepakat imam yang tiga diantaranya syafi’iyah, hanabilah dan malikiyah bahwa nikah tidak sah dengan menggunakan lafadz akad yang mengandung makna kepemilikan seperti: jual, beli, shodaqoh, milik dan lain sebagainya
Conton: saya shodaqohkan pada kamu anak saya dengan mahar 10 gram mas.

Akad tersebut seperti dalam akad perdamaian atau tebusan dan akad pinjam-meminjam.
Lain halnya dengan madzhab hanafiyah mereka berpendapat bahwa akad seperti diatas itu sah.

Dan telah bersepakat syafi’iyah dan hanabilah bahwa tidak sah nikahnya seseorang kecuali dengan menggunakan kalimat nikah (inkah atau tazwij) oleh karena itu tidak sah apabila dalam akad menggunakan kalimat memberi (hibah) jika dibarengi dengan menyebutkan maharnya.
Contoh: Saya berikan pada kamu anak saya dengan mahar 10 gram mas.

- Sepakat para ulama bahwa akad nikah telah menjadi sah walau hanya bercanda, jika seseorang mengatakan kepada yang lainnya “saya nikahkan kamu dengan anak saya”, terus dijawab “saya terima” kemudian mereka tertawa terbahak-bahak maka telah jadi akad diantara keduanya. Contoh lainnya seperti talaq dan membebaskan budak keduanya bias terjadi dengan hanya bercanda.

Dan telah sepakat imam yang tiga syafi’iyah, hanabilah dah malikiyah yakni tidak menjadikan akad dengan adanya rasa keterpakasaan.
Contoh: jika seseorang memaksa yang lainnya agar dia mengatakan “saya terima nikahnya dengan jalan paksaan” maka akadnya tersebut batal.

Berbeda dengan hanafiyah mereka berpendapat bahwa keadaan paksaan seperti ini masih termasuk kedalam sahnya akad nikah dan sungguh jelas bahwa makna paksaan disini berbeda dengan paksaan wali yang dipaksa.

- Telah sepakat semua ulama yaitu pentingnya satu tempat acara ketika berakad.
Contoh: wali, “saya nikahkan kamu dengan anak saya” lalu terputus atau tertunda acaranya sebelum pihak laki-laki mengatakan “saya terima” kemudian selang beberapa waktu berkata “saya terima” dengan letak acaranya ditempat lain maka tidah sah akadnya.

Dan para ulama berbeda pendapat dalam masalah bersegera atau cepat-cepat (faur) yaitu ucapan qobul membalas ijab tanpa terpisah maka telah sepakat hanabilah dan hanafiyah bahwa bersegera dalam akad bukan termasuk kedalam syarat selama acaranya masih bejalan seperti biasa, tetapi bila menjadi lebih sibuk dengan hal yang memutuskan acara tersebut maka tidak sah.

Sedangkan syafi’iyah dan malikiyah mensyaratkan dengan memaafkan hal mudah yang menunda acara tadi yang tidak sampai memutuskan untuk bersegera.

- Telah sepakat syafi’iyah, hanabilah dan malikiyah sahnya mendahulukan dulu qobul daripada ijab.Contoh: Suami , “saya terima nikahnya anak bapak dengan mahar 10 gram mas”
Wali, “saya nikahkan kamu dengannya”
Dan begitu juga jika berkata,
Contoh: Suami, “saya nikahi anak bapak”
Wali, “saya nikahkan”
Contoh yang kedua sah tanpa tanpa manggunakan kalimat “saya terima” karena makna “saya nikahi” sama dengan “saya terima nikahnya”
Akan tetapi menurut hanafiyah bahwa yang didahulukan itu perkataan ijab baik itu dari pihak suami ataupun dari pihak istri.

Adapun hanabilah berbeda dengan ketiga pandapat diatas, yaitu harus mendahulukan ucapan wali atau siapa saja sebagai wali “saya nikahkan kamu dengan anak saya” kemudian pihak suami atau sapa saja sebagai suami menjawab “saya terima” atau “saya ridha” maka tidak sah nikahnya apabila mendahulukan qobul daripada ijab.

- Telah sepakat imam yang tiga hanafiyah, hanabilah dan malikiyah bahwa dicukupkan didalam qobul dengan perkataan “saya terima” atau “saya ridha” baik dengan dirinya langsung ataupun diwakilkan.

dan berbeda dengan pendapat syafi’iyah menurut mereka harus jelas dengan menggunakan lafadz nikah (nikah atau tazwij) ketika qobul “saya terima nikahnya” hingga walaupun dalam hatinya telah berniat itu tidaklah cukup.

- Sepakat semua ulama bhwa nikah yang dibatasi dengan waktu tertentu hukumnya batal.
Contoh: saya terima nikahnya anak bapak selama dua pekan dengan mahar 10 gram mas.

b. Syarat yang berkaitan dengan suami istri dan saksi
- Telah sepakat syafi’iyah, hanabilah dan hanafiyah dalam pentingnya kehadiran saksi disaat akad berlangsung dan jika tidak ada kesaksian dari dua orang saksi ketika ijab dan qobul maka akadnya batal.

Berbeda dengan pendapat malikiyah adanya dua orang saksi itu penting akan tetapi tidak mesti untuk hadir ketika akad adapun kehadiran dua orang saksi tersebut ketika akad berlangsung hukumnya sunnah.

- Telah sepakat syafi’iyah dan hanabilah dalam konteks adil bagi kedua saksi bahwa telah dianggap cukup bagi saksi yang menganggap dirinya adil walaupun hanya hampak dari luarnya saja dan jika telah terbukti benar adil terhadap suami istri maka sah kesaksiannya, tidak dibebankan kepada suami istri untuk mencari kebenaran atas keadilannya karena itu memberatkan dan mempersulit.

Kemudian berkata malikiyah jika ada saksi yang adil tapi tidak berbuat adil terhadap suami istri dan jika tidak ada yang adil maka sah kesaksiannya bagi orang asing yang tidak dikenal dengan kebohongannya.

Dan telah sepakat syafi’iyah, hanabilah dan malikiyah disyarakan bagi kedua saksi dari laki-laki.

Adapun hanafiyah berpendapat adil bukan termasuk kepada syarat sah dalam akad tapi disyaratkan untuk menetapkan ketika ada ingkar dan tidak disyaratkan juga harus dari laki-laki sebagai saksi tetapi sah saksi dengan satu orang laki-laki dan dua orang perempuan, tidak sah apabila dua saksi dari perempuan keduanya tapi harus ada seorang laki-laki.

- Telah sepakat syafi’iyah, hanabilah dan hanafiyah bahwa kesaksian dari seorang muhrim tidak sah dalam akadnya.

Berbeda dengan malikiyah sah akadnya apabila saksinya dari sorang muhrim dan tidak disyaratkan saksi dari muhrim.

Sebagian ulama menambahkan beberapa syarat-syarat saksi dan suami istri diantaranya, yaitu:
- Berakal
- Baligh
- islam
- Halal bagi wanita untuk dinikahi
- Merdeka
- Suami dan istrinya dikenal
- Bukan disaat masa nunggu (‘iddah)
- Tidak adanya larangan syar’I atas suami istri untuk melaksanakan perenikahan.
- Tidak berlebihan dalam memilih pasangan atau syarat yang dapat menyebabkan batalnya akad.
- Mendengarkan perkataan mempelai (tidak tidur)
- Sehat luar dalam

Menurut pendapat hanabilah sah hukumnya saksi orang yang buta.
- Bukan banci
- Jujur

c. Syarat-syarat yang berkaitan dengan wali diantaranya:
- Laki-laki
- Berakal
- Baligh
- Merdeka
- Islam
- Memiliki pengetahuan dalam kemaslahatan nikah.
- Jujur
- Tidak bodoh

Talaq

1. Definisi
Kata talaq menurut bahasa ialah diambil dari kata itlaq artinya yaitu melepaskan dan meninggalkan seperti perkataan “saya bebaskan tawanan” sedangkan menurut istilah ialah melepaskan hubungan hubungan suami istri, dan mengakhiri ikatan suami istri.

2. Hukum

Dikalangan fuqoha berbeda pendapat dalam menghukumi talaq, dan pendapat yang paling benar atau diterima yaitu pendapatnya hanafiyah dan hanabilah yang melarang perbuatan talaq tersebutDkecuali adanya kebutuhan atau keadaan yang mengharuskan untuk talaq, dalil yang melarang perbuatan talaq hadits nabi, yaitu:
لعن الله كل ذواق, مطلاق
Artinya: Allah melaknat setiap yang suka kawin cerai atau talaq.
Adapun dikalangan hanabilah membagi hukum talaq kepada beberapa bagian diantaranya, yaitu:

a. Wajib
Talaq yang disebabkan karena terjadi perselisihan atau pertengakan antara suami istri dan hanya dengan jalan talaq untuk bisa meleraiakan perselisihan tersebut sebagaimana dalam al qur’an (qs: al baqarah ayat: 226-227) yang artinya: “ bagi orang yang meng-ila istrinya (besumpah tidak akan menggaulinya) harus menunggu empat bulan. Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka sungguh Allah maha pengampun, maha penyayang “
“ dan jika mereka bertetapan hati hendak menceraikan, maka sungguh, Allah maha mendengar, maha mengetahui “

b. Haram
Hukumnya haram apabila talaq tersebut tanpa ada kebutuhan atau maksud tertentu bahkan membuat kemadlaratan dalam hubungannya dalilnya yaitu:
لا ضرار ولاضرار

c. Mubah
Mubah disebabkan adanya maksud tertentu dengan talaq tersebut seperti dikarenakan sifat atau kebiasaan istri yang buruk, buruk dalam berhubungan suami istri dan menjadi madlarat untuk tercapainya tujuan.

d. Sunnah
Talaq yang disebabkan istri yang berlebihan dalam menunaikan hak Allah sehingga terabaikan hak atas suaminya dalilnya (qs: annisa ayat: 19) yang artinya:
“ dan janganlah kamu menyusahkan mereka karena hendak mengambil kembali sebagian dari apa yang kamu berikan padanya kecuali jika mereka melakukan perbuatan keji yang nyata “.

3. Syarat-syarat
Talaq mempunyai syarat-syarat, syarat-syarat itu ada yang berkaitan dengan suami, berkaitan dengan istri dan yang berkaitan dengan konteks kalimat (shigah).

a. Yang berkaitan dengan suami:
- Berakal
- Baligh
- Berdasarkan pertimbangan

b. Yang bekaitan dengan istri
- Dalam keadaan suci
- Bukan orang ketiga
- Istri yang sah

c. Yang berkaitan dengan konteks kalimat (shigah)
- Menggunakan lafadz yang jelas
- Lafadz yang diucapkan mengandung makna talaq

Talaq makruh
Ialah talaq bukan atas keinginan dan bukan berdasarkan pertimbanga, dalilnya qs. Annahl ayat:
“ …kecuali orang yang dipaksa kafir padahal hatinya tetap tenang dalam beriman…”

Talaq sakran
Ialah talaq yang disebabkan seseorang hilang ingatan karena mabuk, dalilnya qs, annisa ayat: 43 yang artinya:
“ hai orang-orang yang beriman janganlah kalian mendekati sholat ketika kalian mabuk sampai kalian sadar apa yang kmu ucapkan…”

Talaq ghadban
Talaq yang tidak ada gambaran dan tidak tau apa yang sebenarnya terucap, sebagaimana hadits nabi:
لاطلاق و لاعتاق في اغلاق
Artinya: tidak ada talaq dan tidak ada pembebasan budak ketika marah.

Talaq hazil dan mukhti
Yaitu seseorang yang berkata tanpa ada maksud akan tetapi bertujuan hanya sekedar main-main sedangkan talaq mukhti ialah seseorang salah dalam berbicara tanpa ada keinginan untuk talaq.wallahu a'lam.

Selengkapnya......
 

kajian ISLAH Copyright © 2009 http://kajian-islah.blogspot.com by kajian Islah's zagazig-tafahna