Sejarah Liberalisme Dalam Agama


Oleh: Ekta Yudha Perdana

Dalam sejarah perjalanannya, kata liberal dan secular yang disandangkan secara paksa kepada Islam oleh para pemikir Islam Liberal, merupakan adopsi buta dari pemikiran agama Kristen Liberal yang berkembang pada masa pencerahan (renaissance) di Eropa. Dimaknai sebagai pembebasan masyarakat dari cengkeraman kekuasaan gereja yang sangat kuat dan hegemonik di zaman itu, juga merupakan buah dari kejenuhan dan sikap apatis masyarakat Barat terhadap doktrin gereja yang bertentangan akal manusia dan ilmu pengetahuan. Dengan Martin Luther sebagai penggagas awalnya.

Setidaknya, ada tiga faktor penting yang menjadi latar belakang mengapa Barat memilih jalan hidup sekular dan liberal yang kemudian mengajarkan pandangan hidup dan nilai-nilainya ke seluruh dunia, termasuk memaksakannya di dunia Islam. Pertama, trauma sejarah, khususnya yang berhubungan dengan dominasi gereja dan agamawan yang sangat bertentangan dan berbenturan dengan ilmuwan dan ilmu pengetahuan.

Ini terbukti dengan dipenjarakannya Nicolaus Copernicus (1473-1543) dan Galileo Galilei (1548-1600), ilmuwan yang mengatakan bahwa bumi itu bulat dan pusat tata surya adalah matahari, karena dianggap melenceng dengan doktrin gereja. Kedua, problema teks Bible, yang hingga sekarang masih menjadi sebuah tanda tanya besar, berkaitan dengan siapa, kapan, dan dalam bahasa apa Bible itu ditulis? Dan ketiga, problema teologis ketuhanan Kristen. Sebagai contoh, Yesus "diangkat" menjadi Tuhan melalui hasil voting pada tahun 325M lewat konsili Nicea yang dipelopori oleh kaisar Constantine, juga sebuah konsili yang dikenal dengan konsili Constantine pertama 381M. Menetapkan bahwa Roh Kudus adalah tuhan. Bahkan perdebatan mengenai Yesus pernah menyentuh aspek yang lebih dalam lagi: mempertanyakan apakah Yesus itu benar-benar ada atau hanya sekedar cerita dongeng dan fiktif belaka? Ketiga problema itu terkait satu dengan lainnya, sehingga memunculkan sikap trauma masyarakat Barat terhadap agama yang pada ujungnya melahirkan sikap berpikir sekular-liberal dalam sejarah tradisi pemikiran Barat modern.

Problema teologis Kristen, permasalahan teks Bible yang masih dipertanyakan, dan juga pengalaman Barat yang traumatis terhadap hegemoni gereja selama ratusan tahun telah membentuk sikap emoh dan antipati mereka terhadap agama Kristen. Dan trauma Barat terhadap sejarah keagamaan berpengaruh besar terhadap cara pandang mereka terhadap agama. Jika disebut kata “religion” maka yang teringat dalam benak mereka adalah momok mengerikan agama Kristen; lengkap dengan doktrin, ritual, dan sejarahnya yang kelam dan menakutkan.

Liberal dalam Islam

Dewasa ini, wacana-wacana yang sering disebut “masalah modernitas” telah menghadapkan Islam kepada suatu tantangan global yang semakin komplek.

Lalu munculah sebuah pemikiran akan "keniscayaan" sebuah cara baru dalam merespon tanda-tanda perkembangan dan perubahan zaman yang disuguhkan oleh para pemikir Islam Liberal sekelas Mohammed Arkoun dan Nasr Hamid Abu Zayd. Sedang di Indonesia diusung oleh para Pemikir Muslim Kontemporer semisal Harun Nasution, Nurcholis Majid, Ulil Absar Abdala, Muqsit Al Ghazali, Luthfi Assyaukanie, dan lain sebagainya yang menamakan sebagai Jaringan Islam Liberal.

Melalui dominasi dan hegemoninya di dunia, Barat berusaha mengglobalkan -dan lebih tepatnya memaksakan- konsep-konsep Sekular dan Liberal dalam berbagai bidang, termasuk dalam bidang pemikiran Islam. Hal ini berdampak pada rancunya konsep antara agama, ilmu dan akal. Sebabnya, Barat memandang agama dan ketuhanan sebagai problema global yang terlahir dari rasa trauma berkepanjangan terhadap sejarah kelam agama mereka sendiri (Kristen). Oleh sebab itu, banyak tokoh-tokoh oreintalis di Barat yang mengembangkan metodologi studi agama Sekular-Liberal kemudian menyamaratakan terhadap semua agama dan menempatkan Islam seolah-olah sama seperti agama lainnya.

Jika kita mau mengkaji dan meneliti dengan cermat, maka akan terdapat perbedaan konsep teologi yang begitu jauh antara Islam dan Kristen. Sejarah masa lalu Kristen yang kelam dan peradaban Islam yang gemilang serta perbedaan antara Al Qur'an dan Bible, semakin melebarkan jurang pemisah itu. Maka sebenarnya, pengadopsian buta kata Sekular dan Liberal oleh para Sarjana Muslim yang terbius akan kemajuan dan modernisasi Barat kemudian menyematkannya kepada Islam tidaklah tepat. Sebab, istilah-istilah dan pemahaman seperti ini mengambil dari tradisi Barat dan Kristen yang secara teologis dan sejarahnya berbeda jauh dengan Islam. Islam tidak mengalami problema teologis, historis, dan keotentikan wahyu dari Tuhan sebagaimana yang dialami oleh masyarakat Barat dan Kristen. Jadi sudah seharusnya para Pemikir Muslim Kontemporer tidak ikut-ikutan latah untuk mengadopsi suatu istilah asing tanpa melakukan penelitian dan kajian mendalam terhadap latar belakang sejarah Kristen dan Barat.

Sebab, pandangan hidup Islam bersumber kepada wahyu yang didukung oleh akal dan ilmu pengetahuan. Asal agama seperti nama, keimanan dan pengaplikasiannya, doktrinya serta sistem teologinya telah ada dalam Al Qur'an dan dijelaskan oleh Rasulullah.

Islam telah lengkap, sempurna dan otentik. Tidak memerlukan pembaharuan, penyegaran, perkembangan dan perubahan dalam hal-hal yang sudah sangat jelas. Islam adalah agama sekaligus peradaban terbaik sepanjang zaman. Islam adalah agama yang mengatasi segala problematika hidup manusia dan melintasi ruang dan waktu karena sistem nilai yang dikandungnya adalah pasti. Nilai-nilai yang ada dalam Islam adalah sepanjang masa dan selamanya. Jadi, Islam tidak membutuhkan apa-apa yang diperlukan oleh agama Kristen dan agama lainnya. Karena Islam merangkumi persoalan ketuhanan, ilmu pengetahuan, akal dan kebenaran.

 

kajian ISLAH Copyright © 2009 http://kajian-islah.blogspot.com by kajian Islah's zagazig-tafahna