SEPULUH HARI AKHIR DI BULAN RAMADHAN


Oleh: jauhar Maknun

Disebutkan dalam Shahihain, dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata menghidupkan malamnya dan membangunkan keluarganya." Demikian menurut lafazh Al-Bukhari.
Adapun lafazh Muslim: "Menghidupkan malam(nya), membangunkan keluarganya, dan bersungguh-sungguh serta mengencangkan kainnya.” Dalam riwayat lain, Imam Muslim meriwayatkan dari Aisyah: "Rasulullah saw. bersungguh-sungguh dalam sepuluh (hari) akhir (bulan Ramadhan), hal yang tidak beliau lakukan pada bulan lainnya."
Rasulullah mengkhususkan sepuluh hari terakhir bulan Ramadhan dengan amalan-amalan yang tidak beliau lakukan pada bulan-bulan yang lain, di antaranya:

 Menghidupkan malam

Ini mengandung kemungkinan bahwa beliau menghidupkan seluruh malamnya, dan kemungkinan pula beliau menghidupkan sebagian besar daripadanya. Dalam Shahih Muslim dari Aisyah radhiallahu 'anha, ia berkata: "Aku tidak pernah mengetahui Rasulullah shalat malam hingga pagi."

Diriwayatkan dalam hadits marfu' dari Abu Ja'far Muhammad bin Ali: "Barangsiapa mendapati Ramadhan dalam keadaan sehat dan sebagai orang muslim, lalu puasa pada siang harinya dan melakukan shalat pada sebagian malamnya, juga menundukkan pandangannya, menjaga kemaluan, lisan dan tangannya, serta menjaga shalatnya secara berjamaah dan bersegera berangkat untuk shalat Jum'at; sungguh ia telah puasa sebulan (penuh), menerima pahala yang sempurna, mendapatkan Lailatul Qadar serta beruntung dengan hadiah dari Tuhan Yang Mahasuci dan Maha tinggi." (HR. Ibnu Abid-Dunya).

Rasulullah saw membangunkan keluarganya untuk shalat pada malam-malam sepuluh hari terakhir, sedang pada malam-malam yang lain tidak. Dalam hadits Abu Dzar disebutkan: "Bahwasanya Rasulullah saw. melakukan shalat bersama mereka (para sahabat) pada malam dua puluh tiga (23), dua puluh lima (25), dan dua puluh tujuh (27) dan disebutkan bahwasanya beliau mengajak (shalat) keluarga dan isteri-isterinya pada malam dua puluh tujuh (27) saja."

Beliau juga membangunkan Aisyah pada malam hari, bila telah selesai dari tahajudnya dan ingin melakukan (shalat) Witir. Diriwayatkan pula adanya targhib (dorongan) agar salah seorang suami-istri membangunkan yang lain untuk melakukan shalat, serta memercikkan air di wajahnya bila tidak bangun. (Hadits riwayat Abu Daud dan lainnya, dengan sanad shahih.)

Dalam kitab Al-Muwaththa' disebutkan, bahwasanya Umar ra. melakukan shalat malam seperti yang dikehendaki Allah, sehingga apabila sampai pada pertengahan malam, ia membangunkan keluarganya untuk shalat dan mengatakan kepada mereka: "Shalat! Shalat!" Kemudian membaca ayat: "Dan perintahkanlah kepada keluargamu mendirikan shalat dan bersabarlah kamu dalam mengerjakannya." (Thaha: 132).

Rasulullah beri'tikaf pada malam sepuluh terakhir bulan Ramadhan. Orang yang beri'tikaf tidak diperkenankan mendekati (menggauli) istrinya berdasarkan dalil dari nash serta ijma'. Dan "mengencangkan kain" ditafsirkan dengan bersungguh-sungguh dalam beribadah.

 Mandi antara Maghrib dan Isya'.

Ibnu Abi Hatim meriwayatkan dari Aisyah: "Rasulullah jika bulan Ramadhan (seperti biasa) tidur dan bangun. Dan manakala memasuki sepuluh hari terakhir beliau mengencangkan kainnya dan menjauhkan diri dari (menggauli) istri-istrinya, serta mandi antara Maghrib dan Isya."

Ibnu Jarir rahimahullah berkata, mereka menyukai mandi pada setiap malam dari malam-malam sepuluh hari terakhir. Di antara mereka ada yang mandi dan menggunakan wewangian pada malam-malam yang paling diharapkan turun Lailatul Qadar. Karena itu, dianjurkan pada malam-malam yang diharapkan di dalamnya turun Lailatul Qadar untuk membersihkan diri, menggunakan wewangian dan berhias dengan mandi (sebelumnya), dan berpakaian bagus, seperti dianjurkannya hal tersebut pada waktu shalat Jum'at dan hari-hari raya.

Allah tidak melihat kepada rupa dan tubuhmu, tetapi Dia melihat kepada hati dan amalmu. Dan tidaklah sempurna berhias secara lahir tanpa dibarengi dengan berhias secara bathin. Yakni dengan kembali (kepada Allah), taubat dan mensucikan diri dari dosa-dosa. Allah Ta'ala berfirman: "Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian taqwa itulah yang paling baik. " (Al-A'raaf: 26)

 I'tikaf

Dalam Shahihain disebutkan, dari Aisyah bahwasanya Nabi saw. senantiasa beri'tikaf pada sepuluh hari terakhir dari Ramadhan, sehingga Allah mewafatkan beliau.
Nabi saw. melakukan i'tikaf pada sepuluh hari terakhir yang di dalamnya dicari Lailatul Qadar untuk menghentikan berbagai kesibukannya, mengosongkan pikirannya dan untuk mengasingkan diri demi bermunajat kepada Tuhannya, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya.

Orang yang beri'tikaf telah mengikat dirinya untuk taat kepada Allah, berdzikir dan berdo'a kepada-Nya, serta memutuskan dirinya dari segala hal yang menyibukkan dari pada-Nya. Ia beri'tikaf dengan hatinya kepada Tuhannya, dan dengan sesuatu yang mendekatkan dirinya kepada-Nya. Ia tidak memiliki keinginan lain kecuali Allah dan ridha-Nya. Semoga Alllah memberikan taufik dan inayah-Nya kepada kita. Wallahu ‘alam bisshowab.

 

kajian ISLAH Copyright © 2009 http://kajian-islah.blogspot.com by kajian Islah's zagazig-tafahna