Cahaya Islam


Oleh: Anas Margono

Banyak buku berjilid-jilid, karangan penulis dari berbagai negara, mendongengkan kemajuan Islam masa silam. Menggambarkan kesejahteraan rakyat sebuah kerajaan atau negara yang dipimpin oleh pemimpin yang memilki kwalitas ketakwaan kepada Allah yang luar biasa. Memimpin rakyatnya penuh dengan amanah dan tanggungjawab, adil dalam segala hal, bijak dalam mengambil keputusan. Karena memahami kedudukan adalah amanah yang harus dipertanggungjawabkan. Sehingga rakyat benar-benar puas dan bangga mempunyai seorang pemimpin. Kesejahteraan yang mencapai pada puncaknya, sehingga tidak ada seorangpun yang mengeluhkan sesuatu kepada pemimpinnya, karena ketentraman yang dirasakan. Nabi pernah berkata kepada `Adi bin Hatim -yang ketika itu dia belum memeluk Islam, “wahai `Adi kelak di kemudian hari engkau akan melihat wanita datang seorang diri dari Hiroh (nama tempat di negri Syam) menuju Makah tanpa ada sedikitpun rasa takut akan dirinya”. Kemudian nabi melanjutkan, “itu adalah masa ketika Islam mencapai kejayaannya, ketika semua orang mengucapkan satu kalimat yang sama laa ilaha illallah”. Pada saat itu tidak ada sedikitpun kehawatiran seseorang akan hartanya, bahkan jiwanya.

Yang jadi permasalahan adalah dimanakah Islam itu saat ini? Bukankah jumlah umat Islam begitu banyak, sepertiga penduduk bumi adalah umat Islam. Namun mengapa keadilan tidak terlihat? Mengapa kesejahteraan hidup tidak kunjung datang? Tidakkah mereka bersatu untuk mengembalikan kejayaan Islam yang artinya adalah kemakmuran bumi ini? Atau umat ini rela menyaksikan ketidakadilan yang terus merajalela, sejak kekuasan terlepas dari umat Islam? Benarlah apa yang dikatakan nabi bahwa jumlah umat Islam nanti akan sangat banyak tetapi tidak memiliki kwalitas, mereka layaknya buih di atas lautan, yang bisa terombang-ambing, mereka tunduk terhadap arus ombak kekuasaan yang menggerakannya. Begitulah umat Islam sekarang, bukan lagi batu karang yang tegar dengan deburan ombak.

Bukan saatnya lagi mencari kambing hitam keterpurukan umat Islam. Karena hal itu adalah ma`ruf bagi sebagian besar umat Islam. Sejak jauh-jauh hari nabi Muhammad telah mengabarkan sebabnya, beliau mengatakan dalam kelanjutan sebuah hadits bahwa yang menjadikan umat Islam seperti itu adalah penyakit wahn sudah melekat pada hati umat Islam; cinta dunia dan takut mati. Dalam hadits lain yang diriwatkan Abu Huroiroh beliau berkata, nabi Muhammad SAW bersabda: “Bukan kemiskinan yang aku khawatirkan terhadap kalian setelah sepeninggalanku nanti, akan tetapi yang aku khawatirkan adalah kalian berlomba memperbanyak harta”. Dalam riwayat lain “..yang aku takutkan adalah ketika dipermudahkannya dunia bagimu seperti dipermudahkan bagi umat-umat terdahulu”.

Inilah yang menjadi sumber keterpurukan Islam. Karena jiwa-jiwa pemeluknya terkotori oleh fitnah dunia, fitnah yang sangat ditakuti dan diwaspadai oleh Umar bin Khottob, sehingga beliau menghentikan sejenak program besar Abu Bakar; memperluas wilayah Islam atau futuhat islamiyah yang telah lama dicanangkan, guna menguatkan sisi keimanan agar tidak tergiur oleh segudang ghonimah yang diperoleh.

Kondisi ini benar-benar bertolak belakang dengan umat Islam silam. Yang mampu mendirikan daulah islamiyah hanya dalam rentan waktu yang sangat singkat. Daulah Islam yang dibangun nabi mulai dari nol, dirintis mulai dari tahun pertama hijrahnya beliau ke Madinah, kemudian berhasil membuka kota Makah, yang saat itu dikuasai oleh kaum musyrikin, dilanjutkan dengan futuhat islamiyah yang dilakukan Abu Bakar untuk membuka kota Romawi. Lima bulan setelahnya beliau mengirim Kholid bin Walid untuk membuka kota Hurmuz sebagai gerbang pertama untuk membuka Daulah Farisiyah. Dilanjutkan oleh Umar pada masa kekhalifahannya, dan mencapai puncaknya dengan jatuhnya Daulah Farisiyah tahun 26 H pada zaman Utsman bin Affan.

Daulah Islam, sebuah daulah kecil di jazirah Arab yang dibangun dalam kurun waktu yang sangat-sangat singkat tetapi mampu mengalahkan Daulah Farisiyah, daulah yang menguasai beberapa negara di dalamnya; dari negara Iraq di sebelah baratnya hingga ke timur sampai kepada China; daulah yang sudah berabad-abad lamanya berdiri, hingga mempinyai kekausaan dan pengaruh yang sangat besar. Seperti inilah sesungguhnya umat Islam. Bukan permasalahan ketika musuh-musuh Islam mempunyai kekuatan lebih besar, mempunyai tentara yang jauh lebih banyak, karena terbukti prajurit Islam yang berjumlah 12.000 mampu mengalahkan Daulah Farisiyah yang jumlah tentaranya jutaan.

Begitu juga saat ini, para mujahidin Gaza yang sedikit, dengan persenjataan seadanya mampu membuat tentara Amerika dan Israel strees meskipun persenjataan mereka jauh lebih canggih.

Setidaknya ada dua hal yang menjadikan umat Islam silam mampu melakukan hal yang sangat luar biasa. Pertama: Pondasi kepribadian kaum muslimin yang dibangun rosul di periode Makah. Ini adalah satu point yang sangat penting dan berpengaruh ketika periode pembangunan daulah Islam di Madinah, namun kebanyakan orang melupakan hal ini. Kebanyakan orang menemukan penyebab kebangkitan Islam di Madinah lantaran langkah cerdas yang dilakukan rosul ketika tiba di Madinah; mempersaudarakan kaum Muhajirin dengan Anshor, membangun masjid -yang menjadi pusat kegiatan muslimin dalam segala bidang, membangun pasar -yang menjadi pusat ekonomi kaum muslimin, dan membuat perjanjian dengan Yahudi Madinah. Itu semua tidak salah, namun hal yang menjadikan kaum Muhajirin dan Anshor dengan mudah menjalani faktor-faktor tersebut adalah karena kwalitas kepribadian mereka yang dibentuk dengan begitu kokoh oleh rosul. Kepribadian yang berdasarkan keimanan yang suci, yang ditanamkan begitu dalam menancap di hati mereka, yang tak tergoyahkan oleh apapun. Keimanan yang melahirkan kepercayaan terhadap janji rosul bahwa Islam akan berjaya kelak, dan keimanan yang melahirkan semangat berjuang dan berkorban yang tak tertandingi.

Kesempurnaan pribadi muslim yang dibangun rosul ini yang menjadi kunci awal keberhasilan pembangunan daulah Islam, sehingga memudahkan rosul untuk melangkah ke langkah berikutnya. Memudahkan rosul dalam mempersaudarakan Muhajirin dan Anshor yang sama sekali tidak mempunyai hubungan apa-apa, bahkan belum mengenal sebelumnya. Dan memudahkan langkah-langkah selanjutnya dalam membangun daulah Islam, yang kemudian dilanjutkan oleh Abu Bakar, Umar, Utsman dan Ali. Umat islam saat ini, tidak berbeda jauh dengan umat Islam silam, jika pemimpin dan setiap individunya masih berpegang teguh dengan al Quran dan sunah, memahaminya dengan pemahaman yang benar, kemudian tercermin pada kepribadiannya selaku muslim, niscaya langkah mengembalikan kejayaan Islam akan menjadi lebih cepat. Tidak akan ada lagi perpecahan, tidak akan ada lagi perselisihan sistem perundang-undangan organisasi atau negara, karena dengan ini, umat Islam akan dengan sendirinya mampu melihat mana
yang lebih baik bagi dirinya.

Hal kedua: Yang sebenarnya ini juga merupakan implikasi dari hal yang pertama, tak lama setelah kedatangan rosul di Madinah, rosul langsung diresmikan sebagai khalifah daulah Islam pertama. Yang artinya kekuasaan kota Madinah waktu itu berada dalam naungan Islam. Kondisi ini benar-benar membuat Islam mampu berkembang dengan pesat, kekuatan Islam semakin besar, dan dengan mudah menerapkan syariat Islam. Begitu juga pada masa-masa setelah nabi, saat kekuasaan masih dipegang oleh pemimpin muslim yang berkepribadian mulia. Kesejahteraan masih merata dirasakan rakyat, syiar-syiar Islam masih terlihat akrab bersama masyarkat, sementara kemaksiatan akan semakin jauh tak terlihat.

Benar apa yang dikatakan seorang ulama, “sesungguhnya perbaikan pemerintahan adalah gerbang hakiki untuk perbaikan-perbaikan yang lain”. Karena dengan itu, penentang kemaksiatan akan semakin kuat, dan kema`rufan akan terlihat dimana-mana. Belum lagi jika para pemegang kekuasaannya adalah orang-orang yang selalu merasa bahwa Allah senantiasa mengawasi dan meminta pertanggungjawaban, niscaya cahaya Islam akan kembali bersinar.

 

kajian ISLAH Copyright © 2009 http://kajian-islah.blogspot.com by kajian Islah's zagazig-tafahna